JAKARTA – Seskab Pramono Anung mengatakan, aksi bom bunuh diri di sejumlah tempat di Surabaya, Minggu (13/5/2018) dan Senin (14/5/2018), yang melibatkan ayah, ibu, dan anak-anak, menjadi pelajaran berharga, bahwa terorisme itu bisa datang dari siapa saja.
“Ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa terorisme itu bisa datang dari siapa saja. Bukan lagi orang miskin, tidak berpendidikan, tapi juga orang kelas menengah, orang kaya, berpendidikan,” kata Pramono di Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Kalau dulu tidak ada anak maupun wanita yang menjadi terorisme, lanjut Seskab, tetapi akibat brainwash (cuci otak) ataupun kesalahan mereka menangkap paham-paham yang salah, sehingga mereka kemudian menjadi keluarga teroris.
Mantan Sekjen PDI Perjuangan ini menunjuk aksi para teroris di Surabaya, dilakukan dua keluarga, yang latar belakangnya cukup mapan dan dari keluarga harmonis.
“Maka sekali lagi, ancaman terorisme bisa datang dari mana saja, dan ini harus menjadi kewaspadaan kita,” ujar Seskab.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam keterangan pers di Surabaya, Senin (14/5/2018) menyampaikan, bahwa dalam serangan bom bunuh diri di 3 gereja di Surabaya, Rusunawa Sidoarjo, dan Kantor Polres Surabaya, pelaku melibatkan istri dan anak-anaknya.
Untuk 3 gereja pelaku berasal dari 1 keluarga, yaitu Dito Oepriarto (ayah) di Gereja Pantekosta Surabaya, Puji Kuswati (ibu) dengan FS dan FR (anak) di GKI Diponegoro, dan Yusuf Fadil dan FH (anak) di Gereja Santa Maria Tak Bercela.
Sedang bom di Rusunawa Sidoarjo melibatkan Anton Ferdiantono (ayah), Puspita Sari (Ibu), dan HAR, AR, FP, dan GHA (anak).
Bom di kantor Polres Surabaya melibatkan Tri Murtiono (ayah), Tri Ermawati (ibu), AAP, MDS, dan MDAM (anak).
Terkait pelibatan anak-anak dalam kasus terorisme itu, Pramono Anung mengatakan, sudah waktunya pemerintah melakukan program deradikalisasi sejak usia dini.
“Sejak SD, karena paham ini ternyata juga masuk dari anak-anak tingkat SD,” ujarnya seraya menambahkan, bahwa program deradikalisasi itu menjadi tugas pemerintah.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecam aksi terorisme di Surabaya, yang dinilainya tidak bermartabat karena melibatkan anak-anak berumur 9 sampai 12 tahun.
“Tadi pagi juga sama, membawa anak kecil lagi, ini tadi saya baru mendapat informasi. Ada anak yang dibawa lagi umur 8 tahun, umur 15 tahun,” kata Jokowi saat memberikan sambutan Halaqoh Nasional Hubbul Wathon dan Deklarasi Gerakan Nasional Mubalig Bela Negara (GN-MBN) di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Senin (14/5/2018).
Menurut Jokowi, ini adalah kewajiban bersama, para mubalig untuk mengingatkan kepada santri-santrinya, untuk mengingatkan kepada jamah-jamaahnya, untuk mengingatkan kepada umat-umatnya bahwa agama Islam tidak mengajarkan seperti itu.
“Tidak mengajarkan sesuatu dengan kekerasan, enggak ada. Mengajarkan kita untuk lemah lembut, sopan santun, menghargai orang, menghormati orang lain, tawadu, rendah hati. Saya kira itu yang diajarkan oleh Nabi besar kita kepada kita,” tegas Jokowi. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS