MALANG – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Malang, Harvad Kurniawan angkat bicara terkait permasalahan SK Dirut Perumda Tugu Tirta yang sebelumnya menjadi sorotan publik. Pasalnya SK pengangkatan Direktur Utama (Dirut), Direktur Teknik (Dirtek), Direktur Administrasi Keuangan (Dirminkeu), dinilai cacat hukum.
SK yang ditandatangani oleh Wali Kota Malang itu dinilai cacat hukum karena di dalam klausulnya masih tertera pengangkatan Direksi PDAM, bukan Perumda Tugu Tirta Kota Malang. Padahal PDAM Kota Malang telah berubah nama menjadi Perumda Tugu Tirta Kota Malang.
“Banyak sekali asas penerapan hukum dan asas perundang-undangan yang seringkali tidak diterapkan, walaupun pada dasarnya pada dasarnya permasalahan keputusan tata usaha negara berasaskan praduga keabsahan setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap sah sampai ada pembatalannya,” ungkap Harvad Kurniawan di Kota Malang, Kamis (4/5/2023).
Melihat hal tersebut dia memberikan catatan bahwa harusnya Pemerintah Kota Malang menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menafsirkan serta menerapkan sebuah aturan.
“Setidaknya ada 3 asas hukum mendasar yang sudah dilanggar dalam menerapkan aturan Peraturan Pemerintah No. 54 dan Perda No. 10 Tahun 2013 yang kemudahan di ganti dengan Perda No. 11 Tahun 2019,” ujarnya.
Asas pertama yang dilanggar adalah asas lex superior derogate legi inferiori. Yang berarti bahwa peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.
Kemudian asas lex posterior derogat legi priori. Artinya bahwa hubungan antar norma merupakan hubungan antara “superordinasi” dan “subordinasi” dimana validitas norma yang lebih rendah selalu bersumber dari norma yang lebih tinggi.
Serta asas non-retroaktif, yaitu asas yang melarang keberlakuan surut dari suatu undang-undang. “Sehingga dapat kami katakan Pemerintah Kota Malang terkesan berlindung pada ketiak “hukum formal” atas kesalahannya,” tutur Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Malang tersebut.
“Walaupun pada dasarnya Pemerintah Kota Malang sadar akan kesalahan secara hukum materialnya,” lanjutnya.
Dia juga menyoroti banyaknya kasus berkaitan dengan pelayanan yang dilakukan oleh Perumda Jasa Tirta Kota Malang pada tahun lalu. Seperti kejadian air macet, bocor, debit air yang menurun, serta penunggakan pembayaran mata air Sumber Pitu.
“Hal yang juga kami herankan dan kami anggap kebijakan fatal dari Pemkot adalah, tidak adanya konfirmasi, laporan hingga klarifikasi kepada publik berkaitan,” pungkas Harvad. (ace/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS