Kamis
23 Oktober 2025 | 11 : 06

Pohon dalam Kehidupan Sukarno

zddaSLkdas;cas;cl.jpgvb

Sarana bermain saat kanak-kanak, tempat bermenung di pengasingan, hingga peneduh jemaah haji di Mekkah. Pohon juga ada dalam wasiatnya.  

BERBAGAI catatan sejarah menyebutkan, pohon mewarnai perjalanan hidup Sukarno seperti halnya buku.

Pohon menjadi bagian dalam permainan di masa kecilnya, menjadi tempat berteduh dan menggali pemikiran-pemikian di era pengasingan di masa muda. Hingga menjadi diplomasi politik luar negerinya. Bahkan, Sukarno berwasiat agar tempat peristirahatan terakhirnya di bawah pohon rindang.

Semasa tinggal di Mojokerto dari tahun 1907 hingga 1915, Sukarno bersahabat dengan alam. Pohon, rumput, dan sungai menjadi kesehariannya semasa kanak-kanak hingga remaja. Ia memilih permainan berbahan alam, ketimbang mainan berbayar atau membeli.

Sukarno dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (Cindy Adams) menceritakan, di dekat rumahnya tumbuh sebatang pohon. Daunnya lebar pada bagian pangkal dan bertangkai panjang seperti dayung. Ketika daun itu rontok, ia dan teman-temannya menggunakan sebagai permainan kereta luncur.

“Terkadang aku menjadi kudanya, tapi biasanya menjadi kusir”.

Tak cuma pelepah bagian dari pohon atau tumbuh-tumbuhan yang ia gunakan menjadi alat permainan. Juga buluh panjang digunakan menjadi semacam sumpit. Sementara pelurunya, dari biji kacang.

Baca juga: Tinggal di Mojokerto, Sukarno Remaja Jadi Trendsetter Permainan Anak Seusianya

Pohon Sukun dan Pancasila

Pohon juga mewarnai cerita hidup Sukarno muda di tempat pengasingan. Paling fenomenal, saat Bung Karno dibuang penjajah Belanda di Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur pada akhir 1933 hingga 1938.

Bung Karno dalam Buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia menggambarkan rumah pengasingannya di Ende. “Di depan rumahku tumbuh sebatang pohon kluwih. Berjam-jam lamanyaaku duduk bersandar pada pohon itu, di bawah dahannya aku berdoa dan berpikir.”.

Selain pohon tersebut, Bung Karno memiliki tempat favorit di Ende. Sebuah pohon sukun berada sekira 700 meter dari rumah pengasingannya. “Tempat untuk menyendiri yang kusenangi itu di bawah pohon sukun yang menghadap ke laut”.

Di bawah pohon sukun itu pula, Bung Karno kerap bermenung, diam dan berpikir. Mengenai jalannya revolusi Indonesia, hingga tentang ketuhanan.

Termasuk, mendapatkan inspirasi nilai-nilai Pancasila seperti dikutip dari website Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).  

“Di kota ini kutemukan lima butir mutiara, di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila,” ujar Bung Karno saat itu.

Kelak, lima butir tersebut dijabarkan Bung Karno dalam pidatonya pada sidang BPUPKI di Jakarta pada 1 Juni 1945. Peristiwa itu pula yang kemudian diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila.

Pohon Sukarno di Arab Saudi

Pada 1955 Bung Karno melakukan kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi sekaligus menunaikan ibadah haji. Saat itu, Bung Karno mendapatkan fakta panasnya suhu di Padang Arafah, Mekkah, tempat wukuf pada puncak pelaksanaan ibadah haji.

Rahmat Sahid dalam bukunya berjudul Ensiklopedia Keislaman Bung Karno menjelaskan, hal itu yang mendasari Bung Karno mengusulkan kepada Pemerintah Arab Saudi untuk menanam pohon mindi dan mimba di Padang Arafah.

Tak sekadar mengusulkan, Sukarno juga menawarkan bibit pohon tersebut untuk dijadikan peneduh. Tawaran itu pun disambut positif oleh pemerintah Arab Saudi, dalam hal ini Raja Saud bin Abdul Aziz. Pada 1960, program penghijauan padang Arafah dengan pohon mimba dan mindi pun dimulai.  

“Pohon itu kemudian terkenal dengan sebutan Syajaroh Karno atau pohon Karno, mengacu pada nama penyumbang, yakni Presiden Sukarno,” sebut Rahmat Sahid dalam buku tersebut.

Website Kementerian Agama Republik Indonesia menjelaskan, saat itu, Presiden Sukarno tak sekadar mengirimkan ribuan bibit pohon. Juga mengirimkan ahli tanaman dari Indonesia untuk mengembangbiakkan tanaman yang memang cocok tumbuh di daerah tandus tersebut.

Baca juga: Bung Karno dan Ribuan Buku

Kini, Pohon Sukarno telah memenuhi Padang Arafah. Juga di sudut-sudut kota Mekkah, Madinah, dan Jedah.

“Keberadaan pohon-pohon ini sangat membantu mengurangi suhu panas saat jamaah haji melaksanakan wukuf”.

Ada Pohon di Wasiat

Mengenai bagaimana Bung Karno akan dikebumikan pada saat wafat, ia tidak ingin pusaranya berhias kemewahan layaknya sejumlah pemimpin negara lain.

“Bila sudah waktunya bagiku untuk pergi, aku hanya ingin menutup mata dan diantarkan ke pangkuan Tuhan,” kata Sukarno dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

“Aku mendambakan bernaung di bawah pohon yang rindang, dikelilingi alam yang indah”. (hs)

Tag

Baca Juga

Artikel Terkini

LEGISLATIF

Salah Satu Wakilnya Tersangkut Masalah Hukum, Widarto: Kinerja DPRD Jember Masih Normal

JEMBER – Penetapan status tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember terhadap salah satu Wakil Ketua DPRD ...
LEGISLATIF

Budi Wahono Realisasikan Aspirasi Warga, Jalan Desa Bacem Kini Mulus Dihotmix

MADIUN — Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Madiun, Budi Wahono, terus membuktikan komitmennya dalam ...
LEGISLATIF

Candra: Penurunan Harga Pupuk Bersubsidi Melegakan Petani

JEMBER – Ketua Komisi B DPRD Jember Candra Ary Fianto mengatakan, kebijakan pemerintah pusat menurunkan harga pupuk ...
SEMENTARA ITU...

GOW Gelar Gebyar Wirausaha Perempuan, Eri Cahyadi Berharap UMKM Naik Kelas

SURABAYA – Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kota Surabaya kembali menggelar Gebyar Wirausaha Perempuan 2025 yang ...
KABAR CABANG

Banteng Kota Malang Teguhkan Semangat Kebangsaan di Hari Santri Nasional 2025

MALANG – PDI Perjuangan Kota Malang menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan ...
KRONIK

Gemakan Yalal Wathon, PDI Perjuangan Rayakan Hari Santri dengan Paduan Suara Lintas Iman

JAKARTA – Ada yang berbeda dalam peringatan Hari Santri Nasional 2025 yang digelar DPP PDI Perjuangan di Sekolah ...