BLITAR – Pabrik Gula Rejoso Manis Indonesia (PG RMI) di Desa Rejoso, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar, menggelar tradisi Manten Tebu sebagai penanda awal dimulainya musim giling tebu tahun 2025, Senin (26/5/2025).
Acara yang dihadiri berbagai tokoh masyarakat dan pemangku kebijakan itu menjadi simbol kolaborasi antara pelestarian budaya lokal dan aktivitas industri modern.
Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Supriadi, yang hadir dalam acara tersebut memberikan apresiasi atas komitmen PG RMI dalam menjaga warisan budaya di tengah derasnya arus modernisasi.
Dia menyebut bahwa pelestarian tradisi seperti ini sangat penting untuk memperkuat identitas lokal masyarakat Blitar.
“Tradisi Manten Tebu adalah cerminan bahwa budaya kita masih hidup dan menyatu dengan kehidupan masyarakat, termasuk di sektor industri,” ujar Supriadi kepada awak media usai acara.
Menurutnya kegiatan seperti ini memiliki nilai edukatif dan sosial yang besar, terutama bagi generasi muda. Karena, pelibatan masyarakat dalam prosesi budaya akan memperkuat rasa memiliki dan kebanggaan terhadap kekayaan tradisi daerah.
“Budaya seperti ini harus terus dilestarikan. Selain mengandung nilai spiritual dan kebersamaan, ini juga mengajarkan kepada anak-anak kita bahwa kemajuan tidak boleh menghapus akar budaya,” tegasnya.
Selain bicara soal budaya, Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Blitar ini juga mengatakan bahwa keberadaan PG RMI memiliki dampak besar terhadap kontribusi pembangunan daerah.

“Adanya pabrik gula di Blitar ini tentu sangat membantu ya, terutama pada PAD, pembukaan lapangan kerja yang luas hingga peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Kita berharap setelah adamya PG RMI ini akan banyak lagi investor yang menanamkan modalnya di Kabupaten Blitar,” tuturnya.
Sementara, acara Manten Tebu sendiri diawali dengan kirab sepasang tebu pilihan yang dibalut layaknya pengantin, lengkap dengan busana adat Jawa dan iringan gamelan serta kesenian lokal.
Kirab dilanjutkan dengan ritual doa bersama dan selamatan di area penggilingan, sebagai bentuk permohonan keselamatan dan kelancaran dalam proses produksi.
Vice President Director PT Rejoso Manis Indo, Syukur Iwantoro, mengatakan bahwa tradisi ini menjadi salah satu cara dalam upaya menjaga nilai-nilai kearifan lokal sambil mempererat hubungan dengan petani dan masyarakat sekitar.
“Tebu bukan hanya komoditas, tapi bagian dari budaya dan kehidupan masyarakat kita. Tradisi ini adalah ungkapan syukur dan penghormatan kepada alam serta kerja keras petani,” jelas Syukur.
Lebih dari sekadar seremoni, lanjut dia Manten Tebu menjadi jembatan antara generasi, mempertemukan nilai budaya, semangat gotong royong, dan kemajuan teknologi industri.
“PG RMI berkomitmen untuk tidak hanya menjadi pelaku industri, tetapi juga bagian dari pelestarian budaya lokal. Inilah bentuk harmoni yang terus kami jaga,” pungkasnya.
Sebagai informasi pada tahun ini, PG RMI menargetkan mampu menggiling 1,4 juta ton tebu dengan rendemen sebesar 9,05 persen. Target tersebut lebih tinggi ketimbang tahun lalu yang hanya berada di angka 1,1 juta ton.
Capaian ini menempatkan PG RMI sebagai pabrik dengan rendemen tertinggi di Pulau Jawa. (arif/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS