SURABAYA – Menjadi perempuan unggul dan berdaya dapat diwujudkan dengan menilik gagasan-gagasan Bung Karno. Meski terpaut perbedaan zaman, pemikirian presiden pertama Indonesia itu masih sangat relevan diterapkan saat ini.
Akademisi, pengamat militer dan pertahanan keamanan, Connie Rahakundini, mencontohkan pada kemandirian. Bung Karno selalu menekankan pentingnya emansipasi, bahwa perempuan harus keluar dari bayang-bayang ketertinggalan.
Hal tersebut disampaikan Connie dalam acara webinar bertajuk “Konstektualisasi Gagasan Bung Karno tentang Peran Perempuan di Era Digital”, yang digelar DPD PDI Perjuangan Jatim, Kamis (27/6/2024).
“Dalam pandangan Soekarno, perempuan bukan hanya pelengkap dalam perjuangan nasional, tapi juga pilar utama yang dapat menggerakkan perubahan. Soekarno menyatakan bahwa kemajuan sebuah bangsa dapat diukur dari sejauh mana bangsa tersebut memperlakukan dan memberdayakan perempuan,” ujarnya.
Jika ditarik ke era digital, maka hal tersebut sudah bisa dilakukan. Di era ini, perempuan bisa mengakses informasi, pendidikan dan peluang kerja dengan lebih mudah dan luas. Mereka bisa mengembangkan keterampilan dan berpartisipasi dalam diskusi global.
“Di era ini, peran perempuan untuk kontribusi itu sangat besar. Bagaimana memastikan kebutuhan perempuan dirancang dengan baik, penting memahami implikasi digital dan kebijakan untuk melindungi perempuan di era digital,” jelasnya.
Selanjutnya, kontribusi perempuan dalam politik dan ekonomi. Pemikiran Bung Karno tentang pentingnya peran perempuan dalam pembangunan bangsa bisa dikuatkan dengan partisipasi dalam proses politik lewat keterlibatan di e-voting, kampanye digital dan forum diskusi online.
“Data BRIN itu 56 persen perempuan belum tertarik ke politik. Padahal peran perempuan, baik di era perjuangan hingga saat ini, adalah sebagai ibu bangsa,” tuturnya.
Tak hanya itu, digitalisasi juga memungkinkan perempuan berkontribusi dalam mempersiapkan dan memperkuat pertahanan negara. Connie melanjutkan, tantangan saat ini makin besar. Indonesia sudah memasuki era post digitalization war, di mana orang bisa memanfaatkan artificial intelegent untuk membentuk pandangan tertentu yang mempengaruhi pikiran dan psikologi.
“Di era pasca digital ini mengerikan, membentuk dan mendominasi ruang pertempuran baru dalam menerapan teknologi kontemporer yang sesuai untuk ruang petempuran keunggulan pengambilan keputusan dan dominasi kognitif atas otak pada ruang pertempuran intelektual ke-21 yang semakin meningkat,” jelasnya.
Ada empat cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak negatif digitalisasi. Pertama, dengan meningkatkan literasi digital dan keamanan siber, bekerja di bidang tekologi informasi dan komunikasi, advokasi dan kebijakan, hingga keterlibatan dalam militer atau akademisi militer dalam lembaga pertahanan.
“Tidak cukup menjadi perempuan pembelajar, tapi juga harus bermental kuat. Bung Karno menekankan bahwa perempuan adalah kekuatan yang tidak bisa diabaikan dalam pembangunan bangsa. Perempuan adalah kunci mencapai kemajuan nasional yang inklusif dan berkelanjutan,” tuturnya.
Hal serupa disampaikan anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari. Politisi PDI Perjuangan itu mengajak para perempuan untuk tak berkecil hati, sebab peran perempuan sangat penting, bahkan pada perumusan dasar negara.
Ia menjelaskan, sebelum Indonesia seperti sekarang, para terdahulu bersusah payah merumuskan pola pembangunan bangsa. Tim yang diketuai oleh Mohammad Yamin bernama Dewan Perancang Nasional (Dapernas) menyusun Rancangan Dasar Undang-Undang Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana tahun 1961-1969. Dari 513 anggota MPRS dan 600 pakar itu, ada politisi-politisi perempuan yang ikut andil di dalamnya.
“Di awal pembentukan negara, politisi perempuan itu ikut serta. Peran perempuan ini bagi bung karno, dengan jaminan konstisusi yang tidak membedakan perempuan dan laki-laki,” ungkapnya.
Ia pun mendorong para perempuan untuk tak lagi merasa didiskriminasi dan mulai berkontribusi, masuk ke kebijakan dan menyediakan ruang yang sama untuk semua lini.
“Ini menjadi bukti bagi perempuan sekarang bahwa pengakuan itu sebenarnya ada. Tinggal bagaimana sekarang menjalankan itu dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat sesuai amanat Bung Karno,” tandasnya. (nia/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS