JAKARTA – Menteri Sosial Tri Rismaharini minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut membantu Kementerian Sosial RI memperbaiki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Data ini menjadi basis pemberian bantuan sosial (bansos).
“Ke depan saya terus terang berkirim surat ke KPK, Kejaksaan Agung, Mabes Polri, dan Universitas Indonesia untuk membantu kami dalam proses langkah yang akan kami laksanakan untuk memperbaiki permasalahan yang harus diselesaikan,” kata Risma di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/1/2021).
Saat itu, Risma bertemu pimpinan KPK, yakni Alexander Marwata, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango, serta Deputi Pencegahan KPK Nainggolan.
Pertemuan yang juga dihadiri jajaran di kedeputian pencegahan itu sebagai langkah koordinasi terkait dengan surat rekomendasi KPK pada 3 Desember 2020 tentang penyampaian kajian pengelolaan bantuan sosial.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada 4 Januari 2021 meluncurkan tiga bansos yang anggarannya dikelola Kementerian Sosial. Yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako, dan Program Bantuan Sosial Tunai (BST).
Pada 2021, sesuai alokasi anggaran Kemensos, rincian tiga program bantuan sosial adalah:
1. PKH dengan target penerima 10 juta keluarga dan anggaran Rp 28,7 triliun.
2. Kartu Sembako dengan target pertama 18,8 juta keluarga dan anggaran Rp 45,12 triliun.
3. Bansos Tunai dengan target penerima 10 juta keluarga dan anggaran Rp 12 triliun yang seluruhnya akan disalurkan di 34 provinsi di Indonesia.
Sementara itu, DTKS Kemensos pada Juni 2020 diketahui memiliki 97,204 juta penduduk yang dikategorikan miskin.
Dalam pertemuan tersebut, Risma menyebutkan ada sejumlah perbaikan yang dilakukan untuk mencegah orang yang tidak dikategorikan miskin juga ikut mendapat bantuan.
Pihaknya menyiapkan software penerima harus connect dengan data. “Kenapa peluncuran bantuan pada minggu pertama (Januari 2021)? Supaya kalau ternyata tadi ada warga yang tidak bankable atau tidak biasa menggunakan bank, kami masih punya 3 minggu untuk evaluasi,” terangnya.
Pemberian PKH dan Kartu Sembako dilakukan bank milik negara, yakni BNI, BRI, Mandiri, dan BTN. Sedang penyaluran bansos tunai dilaksanakan PT Pos Indonesia yang akan mengantarkan ke tempat tinggal masing-masing keluarga.
“Kami minta foto wajah, karena kalau hanya minta tanda tangan takutnya tidak terkoneksi dengan data kependudukan. Kami juga minta sidik jari supaya connect dengan data kependudukan. Jadi itu untuk mengawal supaya penerima itu betul,” kata Risma.
Risma juga menyebutkan, banyak penduduk miskin tidak terbiasa dengan bank. Disepakati dengan Wakil Menteri BUMN, untuk penerima yang buta huruf, sakit, lansia, disabilitas, dipindah ke PT Pos yang siap mengantar langsung ke penerima manfaat.
“Jadi, itu untuk menghindari duplikasi juga laporan dari bank itu bisa terkoneksi dan kami terima. Setiap Jumat kami evaluasi progres pemberian bantuan berdasar temuan dari bank,” jelasnya.
Kemensos juga mengirimkan data kembali ke daerah untuk memperbaiki data yang salah atau bermasalah di nomor induk kependudukannya (NIK).
“Kami kembalikan ke daerah untuk diperbaiki dan kami minta penerima manfaat yang belum ada NIK-nya diminta data identitasnya oleh daerah karena mungkin di daerah itu belum ada perekaman e-KTP tetapi yang bersangkutan benar-benar ada. Nah, data seperti ini kami minta agar dikembalikan ke kami,” bebernya.
Perubahan data juga termasuk perubahan domisili, meski orang tersebut masih tetap masuk kategori miskin sehingga layak mendapat bantuan.
“Saya tahu ini tidak mudah. Maka, saya buka data ini kepada seluruh masyarakat agar bisa masyarakat mengoreksi. Memang tidak bisa mengubah data secara langsung, tapi bisa menyampaikan kalau dia punya KTP di sini tapi posisi di kota ini. Itu yang kami perbaiki terus, jadi memang datanya dinamis,” kata Risma.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan setidaknya ada empat masalah yang ditemukan KPK terkait dengan DTKS.
“Pertama basis datanya NIK tetapi ternyata tidak semua penduduk miskin punya NIK. Oleh karena itu perlu menjangkau sasaran-sasaran yang lebih luas, kedua tata kelola masalah sosial bukan data yang statis tapi juga dinamis,” kata Ghufron.
Masalah ketiga, pembaruan data merupakan kerja sama antara pemerintah pusat, daerah hingga perguruan tinggi dan mengundang masyarakat untuk terlibat aktif agar memastikan data yang terhimpun valid.
“Keempat mohon agar integritas penyelenggara bantuan sosial ini memiliki empati dan dedikasi yang sama untuk mengatasi masalah sosial ini,” ujarnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS