SURABAYA – Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Tri Didik Adiono mengungkapkan, pengelolaan pasar tradisional milik pemerintah kota telah terjadi penyimpangan. Yakni ada pasar tradisional atau pasar rakyat dikelola Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun 2012.
Kata Didik, Permendagri tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional itu mengatur kewenangan pengelolaan pasar berada di bawah Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). Namun, di Surabaya ada dua pasar yang dikelola Dinas Koperasi dan UMKM.
“Dua pasar yang dikelola Dinas Koperasi itu Pasar Jambangan dan Gayungan. Ini kan tidak sesuai dengan permendagri,” kata Didik, usai rapat Pansus Raperda Pasar Rakyat, Kamis (6/3/2015).
Terungkapnya Dinas Koperasi mengelola pasar rakyat, ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut, diketahui saat pembahasan materi Raperda Pasar Rakyat. Yakni saat membahas pasal tentang pengelolaan pasar tradisional.
Dalam draf raperda disebutkan, pengelolaan pasar tradisional bisa dilakukan tiga pihak, yaitu pemerintah daerah, badan, dan perseorangan. Pengelolaan pasar tradisional oleh Badan, urai Didik, bisa melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta.
Perseorangan pun bisa mengelola pasar tradisional asal izin dan peruntukannya jelas.Sedang pasar yang dikelola pemerintah daerah, sesuai permendagri, dilakukan Disperindag.
Penyimpangan ini, tambah dia, harus segera diluruskan Pemkot Surabaya. Sebab, kalau dibiarkan dia khawatir SKPD lainnya, seperti Dinas PU, bisa mengelola pasar seperti Dinas Koperasi. “Pasar Gayungan dan Jambangan harus diserahkan pengelolaannya ke Disperindag, tanpa harus menunggu selesainya Perda Pasar Rakyat,” tandas Didik yang juga Ketua Pansus Pasar Rakyat itu.
Terkait Raperda Pasar Rakyat, lanjut Didik, nantinya seluruh pasar tradisional di Kota Pahlawan akan tertata dengan baik. Termasuk pengaturan produk yang dijual antara pasar tradisional dengan minimarket. Misalnya, minimarket tidak boleh menjual hasil pertanian.
“Jangan sampai minimarket menjual sayur-mayur. Tanpa disadari ini akan menggerus pasar tradisional,” ujarnya.
Akibat tidak ada pengaturan, saat ini pasar tradisional jumlahnya terus menyusut, berkisar 67-an, dan kondisinya seperti hidup segan mati tak mau. Kondisi tersebut menurutnya terjadi karena banyak faktor, di antaranya akibat alih fungsi kawasan. Di mana banyak pasar di kawasan perkampungan berubah menjadi pusat perbelanjaan modern. (pri)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS