JAKARTA – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Andreas Hugo Pareira menyatakan setuju jika ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) dinaikkan hingga 100 persen, dari tiga setengah persen menjadi tujuh persen di Pemilu 2019 mendatang.
Dia menilai angka itu ideal untuk mengurangi jumlah fraksi di DPR. “Kenaikan PT diperlukan untuk membuat parlemen lebih efesien,” jelas Andreas Hugo, kepada wartawan di Komplek Parlemen, Rabu (26/10/2016).
Menurut dia, pada prinsipnya kenaikan PT adalah semaksimal mungkin mengurangi jumlah fraksi yang ada di DPR. Pihaknya mengakui realitas pluraritas politik di Indonesia, tapi juga untuk lebih mengefektifkan proses pengambilan keputusan di parlemen.
Karena itu, tambah Ketua DPP PDI Perjuangan tersebut, untuk membuat proses pengambilan keputusan dengan bijak, diperlukan jumlah fraksi yang tidak terlalu banyak.
Dalam draf RUU Penyelengaraan Pemilu Pasal 393 ayat 1 disebut ‘Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Pada Pileg 2019, lanjut Andreas Hugo, PDI Perjuangan cenderung lebih memilih sistem proporsional tertutup ketimbang terbuka. Alasannya, untuk memperkuat kelembagaan partai sebagai representasi anggota yang terpilih.
Sistem proporsional terbuka, sebutnya, justru akan mengurangi kontestasi antar calon anggota legislatif itu sendiri.”Kontestasi ya antar partai dong. Karena apa? Peserta pemilu kan partai politik kalau di UUD, bukan individu,” terangnya.
Diketahui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 22-24/PUU-VI/2008 mengamanatkan pelaksanaan pemilu sejak 2009 dengan sistem proporsional terbuka dengan penetapan caleg terpilih berdasarkan urutan suara terbanyak.
Namun Andreas berpendapat, sistem pemilu proporsional tertutup sama sekali tidak bertentangan dengan putusan MK.
“Sistem pemilu itu ada dua, proporsional tertutup atau proporsional terbuka. Nah dengan di tengah itu ada mix sistem, sistem gabungan seperti di Jerman. Waktu itu MK mempersoalkan ada ketidakkonsistenan kita. Sistemnya kita ini. Karena kita pakai terbuka dengan kontestasi para anggota. Tapi waktu itu suara itu capai 30 persen, siapa yang capai 30 persen, dia peroleh kursi. Itu yang dinilai MK tidak konsisten, kita pakai terbuka, tapi juga dengan daftar urut. Ya sekarang kita harus pilih, mau terbuka mau tertutup,” urainya.
RUU Pemilu merupakan gabungan dari tiga produk UU. Yaitu UU 42/2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU 15/2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, dan UU 12/2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Salah satu poin dalam draft yang dikirim pemerintah adalah mengenai sistem proporsional terbuka terbatas.”Nah kalau itu yang bisa jadi melenceng dari model standar yang ada di dunia. Terbuka terbatas tuh yang kaya gimana?” ucapnya. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS