BLITAR – Politisi PDI Perjuangan Pramono Anung mengatakan, persoalan hak asasi manusia yang dilakukan Prabowo Subianto di masa lalu, bukan merupakan politisasi dari PDI Perjuangan. Tapi murni suara dari masyarakat dan elemen pemerintah sendiri, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Mantan Sekjen PDI Perjuangan ini mengungkapkan, seperti kemarin, korban penghilangan paksa yang datang ke Gedung DPR RI dan dia temui langsung. Mereka minta DPR mendesak pemerintah agar segera menindaklanjuti 4 rekomendasi DPR, salah satunya adalah menindak tegas siapapun yang terlibat dalam penghilangan paksa itu.
“Terkait rekomendasi tersebut, termasuk pelanggaran HAM, tinggal pemerintah mau menjalankan rekomendasi itu atau tidak,” ujar Pramono Anung, di sela mengikuti acara ziarah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Makam Bung Karno, Kota Blitar, Senin (16/6/2014) sore.
Selain persoalan HAM, dia juga menyayangkan adanya keterlibatan Babinsa dalam mengarahkan masyarakat untuk memilih calon tertentu. Keterlibatan Babinsa, ujarnya, telah melukai proses demokrasi. Meski begitu, Pramono meyakini masyarakat sudah cerdas dalam menentukan pilihan, dan tidak mungkin bisa dipengaruhi oleh siapapun.
Figur calon presiden Joko Widodo yang sederhana dan apa adanya, tambah Pramono Anung, dinilai tidak akan membuat masyarakat menjatuhkan pilihan ke calon lain. Pramono menyatakan, yang perlu disiapkan tim pemenangan capres-cawapres Joko Widodo – Jusuf Kalla adalah menempatkan dua saksi di setiap tempat pemungutan suara (TPS).
Dua saksi itu nantinya akan ditempatkan di dalam dan luar TPS. Penempatan dua saksi ini belajar dari pengalaman pada pemilu-pemilu sebelumnya, untuk mengamankan hasil suara mulai TPS, PPS, PPK, KPUD, sampai KPU pusat. (ovi)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS