BANYUWANGI – Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menggelar open house di Pendopo Sabha Swagatha, Kamis (3/4/2025). Berbagai kalangan, termasuk komunitas difabel, turut hadir dan berbagi inspirasi.
Open house ini tidak hanya mempererat tali silaturahmi, tetapi juga menjadi wadah bagi para teman disabilitas, bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang dalam berkarya dan berkontribusi.
Bupati Ipuk menegaskan bahwa inklusi sosial merupakan aspek penting dalam pembangunan daerah.
“Terima kasih atas kehadiran teman-teman difabel. Banyuwangi harus menjadi rumah bagi semua. Kami ingin para difabel juga mendapatkan ruang untuk berbagi pengalaman dan berkontribusi dalam membangun daerah,” ujar Ipuk.
BACA JUGA: Kada PDI Perjuangan yang Absen di Retret Gelombang I, Megawati Instruksikan Ikut Gelombang II
Menurut Ipuk, selama ini, Pemkab Banyuwangi telah menerapkan berbagai program pro-difabel, seperti pendidikan inklusif dengan program sekolah inklusi yang hingga saat ini total ada 162 lembaga sekolah, mulai jenjang SD – SMP.
“Kami menyiapkan sekolah inklusi yang ramah difabel, mulai dari infrastrukturnya hingga sumber daya manusianya,” jelas politisi PDI Perjuangan itu.
Banyuwangi telah menyiapkan 250 guru pendamping yang disebar di berbagai sekolah inklusi se-Banyuwangi untuk mendampingi 1.147 peserta didik berkebutuhan khusus. Ada pula beasiswa Banyuwangi Cerdas bagi siswa difabel.
Banyuwangi juga rutin menggelar Festival Kita Bisa sebagai ruang bagi para difabel untuk mengekspresikan diri serta menampilkan bakat minat mereka.
BACA JUGA: Gelar Open House, Bupati Fauzi Ajak Warga Sumenep Silaturahmi ke Kediamannya
Untuk pemenuhan hak sipil, pemkab menggulirkan program Go on Document (Godoc) dari rumah ke rumah untuk memberikan kemudahan kepada para difabel dalam proses pembuatan dokumen kependudukan.
Ruang-ruang publik dan sejumlah destinasi wisata di Banyuwangi juga telah dibangun dengan konsep ramah difabel.
“Tak hanya itu, sejak beberapa tahun terakhir kami juga membuka jalur khusus difabel dalam rekrutmen ASN di Banyuwangi. Bahkan, perusahaan swasta juga kami dorong untuk membuka lowongan kerja untuk mereka,” terang Ipuk.
“Ini sebagai bentuk dukungan pemkab kepada para difabel,” imbuhnya.
Sementara seorang influencer tunadaksa asal Banyuwangi yang kini berkarir di Jakarta, Wahyu Riyanto, berbagi pengalamannya. Menurutnya, keterbatasan fisik tidak boleh menjadi penghalang untuk berkarya.
Sebelumnya Wahyu mendapat Beasiswa Banyuwangi Cerdas pada tahun 2016. Kini dia menjadi content creator. Konten-kontennya banyak seputar mendaki gunung. Ia dikenal melalui kolaborasinya di YouTube bersama stand-up comedian, Tretan Muslim.
Saat open house Wahyu berbagi pengetahuan tentang content creating yang bisa diterapkan oleh teman-teman difabel lainnya.
“Di luar daerah, saya belajar bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk berkontribusi dan berkarya,” ujarnya.
Selain Wahyu, ada Nadifa Hayu Aulia, seorang tunarungu yang sukses merintis usaha sejak 2019 di Bali bersama suaminya, Fatur Ashad.
Menurut Nadifa, tantangan terbesar bagi penyandang tunarungu adalah komunikasi, tetapi hal itu bukan penghalang untuk meraih sukses.
“Kesulitan terbesar bagi tunarungu adalah bagaimana berkomunikasi, tetapi itu bukan halangan. Saya belajar banyak dari suami untuk berani berinteraksi dengan orang lain. Dengan sedikit usaha, orang akan memahami kita,” jelas Nadifa.
Hadir dalam open house tersebut sejumlah komunitas difabel, seperti komunitas tuli Gerkatin dan Taliwangi. (ars/set)