IKLIM politik transaksional yang memarakkan budaya ‘politik wani piro’ tak menyurutkan semangat Siti Noor Aini untuk maju serius berjuang dalam pemilihan umum legislatif 9 April mendatang. Berbekal ‘bondo nekat’, Noora aktif mendatangi masyarakat sekadar memperkenalkan diri sebagai calon anggota legislatif DPRD Kabupaten Ponorogo dalam Pemilu 2014.
Di lingkungannya, perempuan yang maju dari dapil 1 Ponorogo (Ponorogo, Babadan) ini akrab disapa Bu RT Noora, karena suaminya seorang ketua RT. Nama Noora juga familiar karena dia pernah menjadi penyiar radio Duta Nusantara Ponorogo selama 14 tahun. Noora adalah nama panggilannya di udara.
Mengaku nekad nyaleg tanpa ‘bondo donyo’ (modal harta-red) Noora meyakinkan bahwa ia bukan caleg yang ‘bodho ilmu’ (bodoh ilmu-red). “Saya suka berorganisasi. Sudah lama aktif sebagai pengurus Perhimpunan Donor darah Cabang Ponorogo (PDDI), juga di organisasi ibu-ibu nahdliyin, Muslimat Ranting Banyudono,” tuturnya, kemarin.
Warga Jalan Urip Sumoharjo 167 A Ponorogo ini memang tergolong perempuan yang tak mau berpangku tangan. Dia pernah menjadi reporter dan penyiar Radio Duta Nusantara selama 14 tahun sejak 1992 hingga 2004, sebelum kemudian beralih ke media cetak sejak 2003 sampai sekarang.
Tak sekadar menjadi kuli tinta, ia adalah juga Ketua Balai Wartawan Ponorogo selama dua periode sejak 2003-2009. Jadi sehari-hari ia sudah berhadapan langsung dengan persoalan masyarakat berikut dunia politik yang melingkupinya.
Noora yang lahir di Ponorogo, 17 September 1962 ini dicalonkan oleh PDI Perjuangan dengan nomor urut paling bawah di dapilnya, yakni nomor 7. Ia menyambut baik tawaran DPC PDI Perjuangan Ponorogo untuk bergabung.
“Suatu kebanggan tersendiri bagi saya ketika dipercaya oleh partai yang tergolong cukup mapan seperti PDI Perjuangan, apa lagi platform partai sesuai dengan visi saya. Ini menunjukkan PDI Perjuangan terbuka terhadap kader dari kalangan profesional,” ujar dia.
Meski di nomor urut bawah, Noora tak mau dianggap ‘Jogo imbuh’ atau caleg pelengkap. Dia pun berjuang keras memperkenalkan dirinya kepada masyarakat calon pemilihnya dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui kelompok pengajian ibu-ibu.
“Minimal satu minggu sekali selalu ada kelompok yang saya datangi. Modal saya hanya berani dan turun langsung itu saja. Alhamdulillah mereka mengenal saya cukup lama, jadi paham dengan kondisi saya. Tidak ada yang minta macam-macam seperti umumnya ke caleg lain,” urai dia.
Dalam kesempatan bertemu langsung dengan masyarakat ini, Noora juga memanfaatkannya untuk melakukan pendidikan politik bagi perempuan. “Saya tidak mau hanya sekadar mencari suara, harus ada penyadaran politik yang saya berikan. Terutama mengenai peran perempuan dalam politik dan penentu kebijakan yang pro-perempuan,” jelasnya.
“Prinsip saya sebagai caleg perempuan hanya satu, mau jadi pejuang atau pencundang. Jadi, meski ada yang menyepelekan, bagi saya itu cambuk untuk berjuang lebih keras. Masalah jadi atau tidak itu masyarakat dan Tuhan yang menentukan. Yang penting kita sudah berjuang,” tegas ibu dua anak ini. (sa)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS