
BANYUWANGI – Satu lagi tradisi masyarakat Osing Banyuwangi ditetapkan pemerintah sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Tradisi budaya masyarakat Osing yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai WBTB tahun 2019 ini adalah Mocoan Lontar Yusuf.
Mocoan Lontar Yusuf merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Osing Banyuwangi berupa pembacaan lontar (naskah) Yusuf. Lontar Yusuf adalah kitab kuno ditulis dengan aksara pegon berisi kisah Nabi Yusuf.
Bentuknya berupa puisi tradisional yang terikat dalam aturan yang disebut pupuh. Total dalam Lontar Yusuf terdapat 12 Pupuh, 593 bait dan 4.366 larik.
“Alhamdulillah, pada tahun ini budaya dan tradisi Banyuwangi kembali ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), melengkapi tradisi lain yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain apresiasi dari pusat, ini akan menambah semangat untuk terus lebih giat menjaga dan melestasikan tradisi luhur Banyuwangi,” kata Bupati Bnyuwangi Abdullah Azwar Anas, Selasa (27/8/2019).
Sebelumnya, sejumlah budaya tradisi Banyuwanvi juga telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda. Antara lain Jangger, Seblang Olehsari dan Bakungan, hingga Keboan Aliyan.
Anas menambahkan Mocoan Lontar Yusuf merupakan salah satu tradisi suku Osing Banyuwangi yang dipertahankan dari generasi ke generasi. Tradisi yang erat dengan kehidupan spiritualitas warga Osing ini hidup dan terus dilestarikan oleh warga hingga saat ini.
“Rencananya, penyerahan sertifikat WBTB akan dilakukan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada pekan kebudayaan nasional di bulan Oktober mendatang,” ujar Anas.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi MY Bramuda menambahkan penetapan ini telah melalui proses verifikasi sejak satu bulan lalu.
Pada bulan Juli lalu, tim dari Dirjen Bidang Warisan Budaya Tak Benda Kemendikbud datang ke Banyuwangi untuk melakukan validasi terkait budaya Mocoan Lontar Yusuf tersebut. Mereka ingin memastikan beberapa hal sebelum memutuskan apakah tradisi ini bisa masuk menjadi WBTB.
Beberapa hal yang divalidasi oleh tim kementrian antara lain eksistensi budaya Mocoan Lontar Yususf di tengah warga. Bagaimana warga menghidupkan tradisi tersebut dan apakah ada pelaku dan regenerasi dalam melestarikan budaya tersebut.
“Tim Kementrian kami antar langsung ke Desa Kemiren tempat bermukim warga Osing Banyuwangi. Mereka melihat langsung bagaimana warga membacakan Lontar Yusuf dengan gaya dan kekhasannya. Tidak hanya oleh generasi tua namun generasi muda juga aktif melakukan pembacaan Lontar Yusuf ini. Dan akhirnya mereka telah memutuskan Mocoan Lonar Yusuf masuk sebagai warisan budaya tak benda,” jelas Bramuda.
Pembacaan lontar Yusuf dilakukan pada saat-saat tertentu yang dianggap penting. Misalnya mengiringi prosesi adat seperti adat Seblang di Kelurahan Bakungan, dan tradisi Tumpeng Sewu di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah.
Atau di prosesi selamatan yang berkaitan dengan siklus kehidupan, seperti proses kelahiran, khitan dan perkawinan. Pembacaan ini biasanya dimulai selepas Isya dan baru berakhir menjelang Subuh.
Saat ini, naskah Lontar Yusuf tersimpan di sejumlah masyarakat Banyuwangi. Salah satu naskah tertua berangka tahun 1829 atau sekitar 1890-an dalam kalender masehi. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS