NGANJUK – Keluarga besar PDI Perjuangan berduka seiring berpulangnya sesepuh Partai, Soesilo Muslim. Almarhum adalah pejuang Partai asal Nganjuk, Jawa Timur yang turut mempertahankan Kantor DPP PDI (PDI Pro Mega), Jl Diponegoro Nomor 58 Jakarta pada persitiwa kerusuhan 27 Juli 1996 (kudatuli).
Soesilo Muslim atau akrab disapa Mbah Muslim, usia 98 tahun, berpulang pada Kamis (6/10/2022) malam. Mbah Muslim adalah ayahanda dari Tatit Heru Tjahjono SSos, Ketua DPC PDI Perjuangan sekaligus Ketua DPRD Nganjuk.
Jenazah almarhum dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Desa Karangtengah, Kecamatan Bagor, Nganjuk pada Jumat (7/10/2022) pagi. Ratusan kader dan anggota PDI Perjuangan dan masyarakat setempat turut dalam prosesi pemakaman.
Tampak hadir pada prosesi pemakaman, Anggota DPRD Jatim Ida Bagus Nugroho, jajaran Pimpinan dan Anggota DPRD Nganjuk, sejumlah pejabat Forkompimda Nganjuk, dan para tokoh dari berbagai elemen.
Tatit Heru Tjahjono menyatakan rasa kehilangan sosok Mbah Muslim. Bagi Tatit, Mbah Muslim tidak sekadar sosok ayah bagi dirinya. Sekaligus sosok pejuang Partai yang menginspirasi generasi muda termasuk dirinya tentang arti dedikasi dalam sebuah perjuangan.
Hal senada juga disampaikan Ida Bagus Nugroho. Tentang sosok Mbah Muslim dalam organisasi kepartaian PDI Perjuangan, Ida Bagus Nugroho mengatakan, kiprah almarhum semasa hidupnya meninggalkan teladan berharga untuk generasi muda. Tidak hanya generasi muda di PDI Perjuangan, juga seluruh generasi muda pada umumnya.
“Banyak sekali teladan yang ditinggalkan beliau,” katanya.
Ida Bagus menyebutkan, kegigihan, pengorban dan totalitas perjuangan Mbah Muslim semasa mudanya menjadi fakta sejarah yang layak dijadikan pelajaran dan diteladani.
“Bahkan saat usia senjanya, beliau masih semangat dan aktif berkontribusi, baik di dunia politik maupun sosial,” terang Ida Bagus.
Wakil rakyat dari PDI Perjuangan ini pun menyatakan rasa kehilangannya atas kepergian almarhum Mbah Muslim. Apalagi almarhum menjadi panutan sekaligus jujugan bagi generasi muda dalam berkeluh kesah.
“Insyaallah segala amal kebaikan dan ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT, amin,” pungkas Ida Bagus.
Perlawanan PDI PRO Mega
Tragedi 27 Juli 1996 adalah puncak tragedi dan perlawanan PDI Pro Megawati terhadap rezim Orde Baru. Bermula dari Kongres Luar Biasa PDI di Asrama Haji Sukolilo Surabaya pada 1993. Kala itu, kongres menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI.
Namun, pada 22 Juni 1996, kepemimpinan Megawati yang sudah sah, digoyang pemerintah dengan meng-klik sejumlah orang di tubuh PDI untuk membuat kongres tandingan, yakni Kongres PDI di Medan.
Kantor yang semula ditempati Ketua Umum DPP PDI Megawati Soekarnoputri dan barisan pendukung setia yang waktu itu disebut PDI Promeg (Pro Megawati) diserang massa dari barisan PDI yang pro kongres Medan. Massa juga mendapat back up dari pemerintah dan aparat keamanan dalam penyerbuan itu.
Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, terdapat sejumlah korban pada peristiwa Kudatuli tersebut. Yakni, lima orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang. Adapun kerugian materiil akibat tragedi Kudatuli diperkirakan mencapai Rp 100 miliar.(eng/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS