JAKARTA – DPP PDI Perjuangan merintis kembali penerbitan Buku Mustika Rasa. Dalam buku resep masakan resmi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia dan digagas Bung Karno tersebut, terkandung tekad kuat bagaimana dari lidah rakyat Indonesia saja tidak boleh dijajah makanan impor.
Oleh karena itulah, seluruh resep makanan Indonesia dikumpulkan menjadi bagian dari supremasi kebudayaan Indonesia.
“Dari makanan saja, apabila dikombinasikan dengan keseluruhan aneka rasa bumbu-bumbuan, dan dikelola dengan prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan, maka terkandung muatan ideologis yang sangat kuat bahwa Indonesia bisa menjadi sentralnya kuliner makanan bercita rasa tinggi,” kata Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, dalam siaran persnya kepada media, Rabu (3/8/2016).
Sehari sebelumnya, Hasto melakukan perjalanan darat dari Solo ke Biltar untuk menghadiri Festival Wayang Nusantara merayakan penetapan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila, sekaligus ziarah ke Makam Bung Karno.
Bersama Butet Kartaredjasa, dia tidak lupa menyempatkan diri untuk makan di restoran rakyat yang mampu menyajikan kelezatan masakan Indonesia yang diramu dalam keanekaragaman bumbu yang khas Indonesia.
“Makanan merupakan cermin kebudayaan suatu bangsa. Bahkan dari makanan itulah tingkatan kebudayaan suatu bangsa diukur,” tegas Butet yang dikenal sebagai seniman serba bisa tersebut.
Selain menikmati makan siang di Warung Bu Paryanti Wonokarto, Kabupaten Wonogiri, dengan masakan spesial ayam goreng, tidak kalah lezatnya di Trenggalek ternyata juga penuh dengan makanan nikmat khas Jawa, yaitu Ayam Lodho Pa Yusuf.
Dalam perjalanan tersebut, Hasto banyak menceritakan bagaimana ketika pada masa sulit, ketika ‘bergerilya’ menghadapi pemerintahan Orde Baru, Megawati Soekarnoputri keliling ke seluruh Indonesia untuk melantik koordinator kecamatan dari tahun 1987 sampai dengan 1999.
“Perjalanan penuh semangat juang tersebut banyak menyajikan catatan kuliner terhadap warung-warung makanan rakyat yang didatangi Ibu Megawati,” ungkap Hasto.
Buku Mustika Rasa ini diterbitkan secara resmi oleh Departemen Pertanian pada tahun 1967. Buku ini tebalnya 1.123 halaman.
Pengemasan buku masak yang dicetuskan Soekarno ini dilakukan dalam kurun 7 tahun. Waktu yang panjang diperlukan karena resep-resep dikumpulkan dari Sabang hingga Merauke.
Metode yang digunakan dengan menelpon satu per satu pemilik resep atau dikirimi surat dan kartu pos.
Meskipun dimulai 1960 pada masa pemerintahan Soekarno dan diluncurkan pada tahun 1967 masa pemerintahan Soeharto tetapi tidak ada masalah. Mengingat kedua pemimpin bangsa ini punya niat yang sama dalam memajukan pangan dan budaya lokal.
Latar belakang pembuatan buku ini karena pada saat itu ada ancaman krisis pangan. Pemerintah pun mencanangkan diversifikasi, intensifikasi dan ekstensifikasi pangan.
Buku ini berisi 1600 resep dan diawali dengan penjelasan tentang diversifikasi pangan. Memanfaatkan bahan-bahan pangan lokal menjadi alternatif pengganti beras dan sumber nutrisi alami. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS