JOMBANG – Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati mengritik Pertamina atas kasus dugaan korupsi Rp 193,7 triliun yang ditangani oleh Kejagung.
Awalnya Kejagung menyebut jika kerugian yang diderita negara atas kasus dugaan tindak korupsi ini adalah Rp 193,7 triliun.
Namun itu dijelaskan sebagai kerugian satu tahun. Sedangkan praktik dugaan korupsi berlangsung selama kurang lebih lima tahun.
Sehingga diperkiraan kerugian negara mencapai Rp968,5 triliun bahkan bisa lebih hingga mencapai Rp1 kuadriliun.
Legislator yang akrab disapa Mbak Estu itu mendesak pemerintah dan Kejaksaan Agung untuk mengaudit keseluruhan proses pengadaan BBM Bersubsidi Pertalite RON 90 dan Pertamax RON 92.
“Sampai beredar luas itu lelucon Pertamax adalah Pertalite yang nggak antre. Jangan disalahkan rakyat merasa ada trust issue dan marah,” kata Mbak Estu, kemarin.
Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Jombang itu mengatakan, proses tersebut harus dilakukan secara transparan. Sebab, masyarakat mulai mempertanyakan kinerja dan kelayakan penyelenggara negara akibat adanya kasus mega korupsi ini.
“Kami mendengar bahwa kerugian negara yang ditangani Kejaksaan Agung sebesar Rp 193,7 Triliun itu baru perhitungan di satu tahun saja, bukan kerugian selama periode 2018-2023. Artinya, penyelenggaraan BBM ini telah melenceng dari tujuan awalnya,” sebutnya.
Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, pihaknya segera mendesak Pertamina agar secepatnya menangani masalah Pertalite dan Pertamax dengan solusi yang transparan dan tepat sasaran. Sebab, kata Mbak Estu, muncul dugaan fenomena gunung es.
“Korbannya itu masyarakat lho, jangan dianggap enteng. Saya akan minta Badan Perlindungan Konsumen ikut turun tangan biar komprehensif,” jelasnya.
Dia juga berharap, proses audit dan penyelidikan kasus yang dilakukan pihak berwenang dilakukan secara komplet.
Mulai dari proses pengadaan BBM Pertamina hingga penyalurannya di lapangan, menurutnya harus benar-benar dilandasi prinsip transparansi dan tidak pandang bulu. Sebab, masih ada dugaan konflik kepentingan di dalam Pertamina.
“Rakyat tahu itu masih ada kaitannya dengan nepotisme. Benar itu, rakyat tahu tapi mereka diam tak berani bersuara,” sebut Mbak Estu.
Dia juga akan meminta keterangan sejelas-jelasnya dari Pertamina, mengingat masyarakat hanya bisa mendesak melalui dirinya atau sosial media.
Sejatinya, sebut Mbak Estu, rakyat sudah menyadari kejanggalan komposisi Pertamax ketika merasakan kendala kecil seperti tarikan gas yang kurang lancar dari kendaraannya.
Kendala kecil yang terus diabaikan seperti inilah yang membuat tren baru di tengah masyarakat mencuat, yakni beralihnya konsumen Pertamina ke merk lainnya.
“Kan kecewa rakyat sudah beli BBM Non Subsidi ternyata diperlakukan seperti ini,” tutup Wasekjend DPP PDI Perjuangan itu. (fath/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS