DEPOK – Wali Kota Tri Rismaharini mengungkapkan bahwa saat ini Pemerintah Kota Surabaya tengah mengurangi jumlah becak di Kota Pahlawan. Pemkot Surabaya juga berencana menawari mereka pekerjaan baru dengan penghasilan lebih tinggi.
“Becak kami kurangi supaya mereka yang pengin jadi tukang becak beneran bisa survive. Kalau sekarang kan banyak becak,” kata Risma, saat di Universitas Indonesia, Depok, Kamis (5/10/2017).
Saat ini, lanjut dia, pendapatan tukang becak tiap bulannya hanya sekitar Rp 600.000 hingga Rp 1 juta. “Kalau nanti saya alihkan mereka jadi tukang sapu, satpam sekolah, mereka bisa dapat gaji senilai upah minimum kota (UMK) Rp 3,2 juta per bulan,” ujarnya.
Risma berharap, para tukang becak dapat menyepakati ajakannya tersebut. Sebab, hal itu dapat meningkatkan pendapatan mereka tiap bulannya.
Di sisi lain, Risma mengaku sudah mengomunikasikan hal ini dengan tukang becak. Hanya saja, tak sedikit dari mereka yang tidak sepakat dengan ajakan Risma.
“Padahal sekarang jumlah tukang becak di Surabaya sekitar 1.000-an lho,” ungkap Risma.
Pada kesempatan itu, Risma juga menyampaikan, urbanisasi atau perpindahan penduduk merupakan salah satu permasalahan yang perlu dicarikan solusinya. Dia tak ingin membuat bisnis terpusat hanya di Surabaya.
“Makanya saya buat Surabaya enggak ‘egois’. Jadi enggak semua saya ambil,” katanya.
Dia mencontohkan, Pemkot Surabaya tidak mengembangkan industri padat karya di Surabaya. Risma memilih hanya mengembangkan industri kreatif dan teknologi.
Hal ini dilakukan supaya dapat berbagi peran dengan daerah sekitar Surabaya. Sehingga tekanan penduduk dan sumber perekonomian tidak hanya ke Surabaya.
Selain itu, pihaknya juga membangun akses jalan baru yang menghubungkan Surabaya dengan kota sekitar. Saat ini, Pemkot Surabaya tengah membangun jalan yang menghubungkan Surabaya dengan Sidoarjo Tengah, Sidoarjo Timur, dan Sidoarjo Barat.
Dengan demikian, warga Sidoarjo yang bekerja di Surabaya dapat pulang pergi. Pemerintah juga berencana membangun akses jalan baru dengan Gresik.
“Saya juga kontrol tidak boleh ada pengemis di Surabaya, anak-anak enggak boleh jualan atau mengamen. Kalau mau ngemis di Surabaya ya akan saya tangkap,” tegasnya.
Dia menambahkan, pendapatan asli daerah (PAD) yang diterima Surabaya tetap besar, meskipun tak disumbang dari kontribusi industri padat karya. Selama lima tahun, PAD kota Surabaya mencapai Rp 4 triliun.
“Kalau dulu 60 persen APBD berasal dari sumbangan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Sekarang APBD kami, 60 persen dari PAD kami,” tuturnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS