JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, menyoroti dua sektor penting yang dinilai harus segera dievaluasi dan diperkuat, yakni pariwisata dan industri manufaktur.
Menurutnya, tanpa langkah terukur, kedua sektor ini berisiko kehilangan momentum dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Legislator perempuan dari dapil 7 Jawa Timur itu dalam evaluasinya terhadap sektor pariwisata, menegaskan bahwa desa wisata Indonesia masih kalah pamor dibandingkan destinasi serupa di Thailand, seperti Chiang Mai. Padahal, desa wisata seharusnya bisa menjadi pilar ekonomi lokal.
“Digitalisasi pariwisata kita masih tertinggal jauh. Negara lain sudah memanfaatkan platform dengan fitur artificial intelligence (AI) untuk promosi dan manajemen wisata, sementara kita belum memiliki rencana terperinci,” tegas Novita, Dalam Rapat Kerja bersama Menteri Perindustrian dan Menteri Pariwisata, di Senayan Rabu (3/9/2025).
Dia mendorong pemerintah mempercepat pembangunan platform digital terintegrasi untuk pariwisata, yang memanfaatkan teknologi AI agar destinasi lokal dapat dikenal luas hingga ke pasar internasional.
Sementara pada sektor industri manufaktur, politisi PDI Perjuangan itu menyebut, arah pembangunan yang kabur, laporan asal-asalan, serta hambatan infrastruktur dan logistik menjadi musuh utama kemajuan.
“Industri kecil dan menengah kita sulit berkembang jika regulasi sering berubah dan produk impor ilegal dibiarkan membanjiri pasar. Negara harus hadir dengan insentif nyata bagi industri yang menggunakan bahan baku lokal,” tegasnya.
Lebih lanjut, Novita Hardini menekankan pentingnya koordinasi antar kementerian dan lembaga untuk menghindari program yang tumpang tindih.
“Identifikasi dan penyelesaian masalah program antar kementerian dan lembaga sangat mendesak. Kementerian Perindustrian harus diberi ruang lebih besar agar bisa fokus mendukung pertumbuhan industri manufaktur yang sehat,” ungkapnya.
Dia pun menegaskan bahwa pariwisata berbasis digital dan industri manufaktur yang kuat merupakan kunci dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional. (nia/pr)










