JAKARTA – Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan, salah satu pesan moral dari peristiwa Isra Miraj Rasulullah Muhammad SAW adalah larangan keras menyebarkan hoaks dan fitnah, bahkan di saat terjadi perang ideologi sekalipun.
Saat Rasulullah dituduh berbohong mendapatkan wahyu dari Jibril, lewat peristiwa Miraj, Allah SWT membuktikan pertemuan fisik antara Nabi dengan Jibril di Shidratul Muntaha.
“Periode penyebaran Islam di Makkah bisa diibaratkan sebagai perang ideologi antara politeisme melawan monoteisme. Pada saat itu terjadilah kontestasi dan perang urat syaraf, tapi Nabi Muhammad memberi teladan mulia bahwa beliau tidak pernah menyebarkan hoaks demi memenangkan pertempuran. Verifikasi data terjadi dalam peristiwa Isra dan Miraj, Nabi bertemu Jibril secara fisik seperti dijelaskan dalam surat Al-Najm ayat 13,” jelas Basarah di Jakarta, Jumat (17/2/2023).
Untuk itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI ini mengajak semua pihak tidak menjadikan peristiwa Isra Miraj hanya sebagai seremoni tahunan belaka, tapi menjadikannya teladan berharga dalam berbangsa dan bernegara. Apalagi bangsa Indonesia segera menggelar pesta demokrasi lima tahunan pada 2024 mendatang.
“Setiap warga tentu ingin mengunggulkan pilihannya dalam pemilu mendatang. Mari, jangan menyebar hoak dan fitnah hanya untuk memenangkan kontestasi. Nabi Muhammad sudah mengajarkan akhlak yang baik, tidak pernah menyebarkan hoaks, bahkan saat kontestasi ideologi sedang berlangsung sekalipun,” pesannya.
Selama Pemilu 2019, sebutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan 3.356 temuan sebaran hoaks di berbagai platform media sosial sejak Agustus 2018 hingga 30 September 2019.
Dari jumlah itu, jumlah hoaks terbanyak ditemukan pada April 2019, bertepatan dengan momentum Pilpres dan Pileg. Pada April 2019, ditemukan 501 hoaks, disusul Maret 2019 ditemukan 453 hoaks dan pada Mei 2019 ditemukan 402 hoaks.
“Jika hoaks dan fitnah tetap tersebar dalam pilpres 2024 mendatang, itu artinya kita tidak banyak memungut pesan-pesan moral dari berbagai peristiwa keagamaan yang kita peringati setiap tahun. Mari kita belajar dari kesalahan masa lalu,” ajak Ketua DPP PDI Perjuangan tersebut.
Dia menambahkan, pesan moral kedua dari peristiwa Isra dan Miraj yang relevan dengan bangsa Indonesia adalah ajaran tentang ketabahan dan optimisme. Sejarah Islam mencatat, Nabi Muhammad SAW diajak ber-miraj ke Shidratul Muntaha saat mengalami kesedihan pasca wafatnya istri tercinta, Siti Khadijah, dan paman yang dia sayangi, Abu Thalib.
“Peristiwa itu dicatat sebagai tahun kesedihan. Tapi setelah bermiraj, Nabi Muhammad kembali optimis. Mari kita ambil pelajaran berharga ini. Sebagai bangsa kita tidak boleh terus berduka akibat pandemi Covid-19. Kesedihan bisa diganti kebahagiaan asalkan kita optimis, mau bekerja, seperti yang dialami Nabi usai bermiraj,” tutur Wakil Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu.
Pesan moral ketiga, imbuh Basarah, makna etimologis “Shidratul Muntaha” dalam Al-Quran surat Al-Najm ayat 14 adalah “Pohon Penghabisan”. Kata pohon dalam bahasa Arab juga disebut “syajarah”, yang dipakai untuk memaknai kata sejarah dalam makna histori.
“Itu artinya, setiapkali kita memperingati peristiwa Isra dan Miraj, kita diminta untuk merenungkan sejarah kita, sejarah bangsa kita, sebagaimana Rasulullah takjub melihat Shidratul Muntaha atau pohon kehidupan bangsa-bangsa sejak masa lalu sampai masa mendatang,” jelasnya.
“Di sinilah kita menjadi paham mengapa Bung Karno pada pidato terakhir HUT Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1966 mengingatkan kita semua agar tidak melupakan sejarah bangsa kita sendiri, yang beliau sebut Jas Merah atau jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,” pungkas legislator DPR RI dari dapil Malang Raya tersebut. (red/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS