BLITAR – Anggota Komisi X dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Guruh Soekarno Putra bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menggelar diskusi bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan pegiat wisata di Kampung Coklat, Kabupaten Blitar, Sabtu (27/5/2023).
Kegiatan tersebut dihadiri anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Blitar, Lukman Indra Laksono, perwakilan Direktorat Pengembangan Destinasi Kemenparekraf, Wisnu Sriwijaya Recodimus dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Blitar, Suhendro Winarso.
Hadir, Pokdarwis dan pegiat wisata dari Kota/Kabupaten Blitar, Tulungagung dan Kabupaten/Kota Kediri yang merupakan Daerah Pemilihan (Dapil) dari Guruh.
Acara tersebut bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas destinasi wisata agar memiliki nilai ketertarikan dan daya saing. Sehingga membuat lebih banyak wisatawan yang datang untuk berlibur ke destinasi desa wisata dan dapat menjadi potensi ekonomi baru bagi masyarakat.
Dalam sambutannya, Guruh Soekarno Putra yang diwakili Ketua Barisan Guruh Sukarno Putra (Bagus) Jawa Timur Didik Nurhadi mengatakan, desa memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional, karena desa berkontribusi aktif dalam menyumbang kebutuhan pangan secara nasional.

“Bahkan tidak hanya pangan, tapi desa juga sebagai pemasok tenaga kerja di perkotaan. Itu disebabkan oleh realita bahwa saat ini memang kesejahteraan desa belum terlaksana secara merata,” kata Didik.
Padahal menurutnya, setidaknya ada tiga hal yang bisa dikerjakan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa. Salah satunya dengan mendorong desa wisata, karena keberadaan desa wisata dapat memberikan ceruk baru bagi masyarakat yang ada di desa itu sendiri.
Atas dasar itulah, sebut Didik, yang mendorong Kemenparekraf dan Komisi X DPR RI melaksanakan diskusi yang secara fokus membahas tentang tata kelola dan jejaring destinasi desa wisata.
“Ini menunjukkan bahwa negara hadir di setiap sektor soal masyarakat, salah satunya ialah pariwisata. Diketahui bahwa karena covid yang terjadi tahun lalu banyak membuat tempat wisata mengalami dampak sangat berat bahkan gulung tikar,” tutur tenaga ahli dari Guruh ini.
Dengan begitu, Didik berharap adanya kegiatan ini dapat kembali memberikan semangat kepada Pokdarwis dan pelaku wisata agar kembali bangkit dan bergerak paska kondisi buruk yang diakibatkan pandemi Covid-19.

Sebab, dia menilai Kabupaten Blitar memiliki potensi desa wisata yang luar biasa. Hal itu bisa dilihat dari prestasi selama 2 tahun terakhir di mana ada 2 desa wisata di Kabupaten Blitar yang mendapatkan apresiasi dari Kemenparekraf, yakni Desa Wisata Pantai Serang dan Desa Wisata Semen, Gandusari.
“Semoga setelah ini, Pokdarwis dan pelaku wisata kembali bersemangat untuk meningkatkan pengelolaan desa wisata sehingga destinasi yang ada di Kabupaten Blitar bisa lebih berkembang dan maju,” ujarnya.
Sementara itu, narasumber dari Pradita University, Doktor Budi Setiawan dalam forum diskusi itu menyampaikan saat ini sektor pariwisata yang ada di desa sedang mendapat perhatian dan dukungan lebih dari pemerintah pusat.
Oleh karenanya, harus ada semangat yang baik dari masyarakat desa agar perhatian dan dukungan dari pemerintah ini bisa gayung bersambut, sehingga mampu menjadi salah satu solusi serta upaya konkret pemerintah dalam mensejahterakan masyarakatnya.
Salah satu materi yang dia paparkan adalah memberikan pemahaman terkait dengan kriteria dan sub kriteria desa wisata itu sendiri. Karena sampai hari ini banyak yang keliru menilai mengenai perbedaan desa wisata dengan wisata desa.

“Kalau desa wisata itu wajib hukumnya tamu live in atau tinggal di desa setempat, yaitu dengan adanya akomodasi berupa homestay. Sementara kalau wisata desa, wisatawan hanya sekedar main saja kemudian pulang,” jelas dia.
Master trainer di Kemenparekraf ini menyebut, bahwa desa wisata memiliki akomodasi yang lebih lengkap, sehingga seluruh elemen masyarakat dapat terlibat dan bisa menjalankan aktivitas ekonomi secara gotong royong.
Lebih jauh dia menjelaskan jika pondok wisata atau yang sering disebut dengan homestay adalah rumah masyarakat yang kamarnya disewakan kepada wisatawan, tetapi tuan rumah atau pemilik tidak diperbolehkan meninggalkan rumah itu sendiri.
“Atau arti lainnya wisatawan yang menyewa harus tinggal bersama dengan tuan rumah, ini merujuk pada Standart Asean Homestay yang menjelaskan bahwa homestay adalah wisata alternatif di mana wisatawan bisa berinteraksi dengan kehidupan budaya di rumah, dan itulah yang menjadi pembeda dan membuat menarik,” bebernya.
Namun, Budi juga menambahkan, homestay tersebut juga harus memenuhi unsur Sapta Pesona, yaitu aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah dan kenangan. Selain itu juga harus memenuhi persyatan produk utama dari homestay itu sendiri, yakni kamar, kamar mandi, dapur, dan ruang tamu. (arif/pr)