JEMBER – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Jember menyebut Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 tidak inklusif. Hal tersebut telah bertentangan dengan tema yang diusung oleh Bupati Jember untuk tahun depan, yaitu Pembangunan Inklusif Menuju Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
“Sejujurnya, kami tidak dapat melihat semangat itu tergambar dalam RAPBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2024,” ujar juru bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jember, Hadi Supa’at, dalam sidang paripurna kedua pembahasan Rancangan APBD 2024 di Gedung DPRD Kabupaten Jember, Senin (20/11/2023).
Menurut Hadi, pembangunan inklusif seharusnya menggambarkan proses pembangunan yang memastikan keterlibatan seluruh kelompok, termasuk kelompok marginal, baik sebagai subjek maupun objek.
“Ciri-ciri dari pembangunan inklusif dapat dilihat pada ada tidaknya jaminan aksesibilitas, partisipasi aktif dan penuh, perlakuan non-diskriminatif dan kesamaan kesempatan, penghargaan terhadap keberagaman, serta penghargaan terhadap martabat yang melekat pada diri seseorang saat proses pembangunan berlangsung,” ujarnya.
“Ada rasa memiliki dari setiap elemen masyarakat terhadap proses pembangunan,” imbuh Wakabid Kebudayaan DPC PDI Perjuangan Jember itu.
Seperti diketahui, Bupati Jember, Hendy Siswanto, juga mengatakan bahwa APBD 2024 untuk memulihkan kondisi ekonomi dengan mendorong pertumbuhan usaha mikro kecil menengah dan pertanian, mendorong konektivitas antarwilayah, meningkatkan pembangunan sumber daya manusia, mendorong pertumbuhan sektor pariwisata, dan memperkuat layanan infrastruktur.
Akan tetapi, Fraksi PDI Perjuangan melihat performa RAPBD Jember Tahun Anggaran 2024 belum menggambarkan secara utuh implementasi kebijakan ekonomi tersebut. Menurut Hadi, anggaran pada APBD 2024 akan didominasi belanja wajib.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember mengalokasikan Rp1,601 triliun atau 37 persen dari total APBD 2024 Rp4,2 triliun untuk belanja pegawai. Anggaran tersebut lebih tinggi dibanding APBD 2023.
“UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (HKPD) memberikan penekanan mengenai batas maksimal belanja pegawai, yakni sebesar 30 persen dari APBD,” terangnya.
Hadi menyayangkan besarnya alokasi anggaran untuk belanja pegawai tersebut, apalagi Pemkab Jember juga mengalokasikan anggaran hibah yang dibutuhkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk operasional pemilihan kepala daerah (pilkada).
“Oleh karenanya, kami memberi atensi khusus dan patut mempertanyakan alokasi anggaran di atas. Jangan sampai besarnya anggaran belanja pegawai justru akan berimbas pada alokasi lain, khususnya yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. (alfian/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS