MALANG – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang Abdul Qodir turut angkat bicara soal kritik keras berbagai pihak terkait masih relevan tidaknya keberadaan kawasan ekonomi khusus (KEK) Singhasari.
Pria yang akrab disapa Adeng itu minta Pemkab Malang tidak memandang kritik tersebut secara parsial. Apa yang disampaikan sebelumnya oleh anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Malang Zulham Mubarok, kata Adeng, harusnya disikapi secara bijak oleh eksekutif.
“Apa yang disampaikan Pak Zulham soal KEK, kami tegaskan itu bukan pendapat pribadi. Itu adalah catatan strategis DPRD agar Pemkab Malang bisa mendapatkan manfaat lebih dari keberadaan KEK itu. Jadi tak cukup elok kemudian ketika eksekutif menyikapi kritik DPRD ke ranah suka tidak suka,” tegas Adeng.
Dia minta eksekutif tidak berpikir secara sempit sekalipun keberadaan KEK tidak disokong Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jadi eksekutif jangan mempersempit masalah. Karena KEK tidak menggunakan APBD lantas dianggap tidak merugikan pemerintah daerah,” ujarnya.
Adeng berpendapat bahwa KEK tentunya sudah diawali oleh kajian tertentu yang bertujuan meningkatkan nilai tambah pendapatan asli daerah (PAD). Jika pada perjalanannya kawasan KEK tidak sesuai ekspetasi, evaluasi mutlak wajib dilakukan.
“Pada titik ini DPRD melalui Pansus (Panitia Khusus, red) DPRD melaksanakan tugas terhormat itu, bagaimana kemudian sebuah kebijakan diterapkan tidak melenceng jauh dari perencanaannya,” jelasnya.
Menurut anggota Komisi III ini, perencanaan perubahan tata ruang untuk menetapkan satu kawasan butuh kajian dan anggaran. Anggaran itu diserap dari uang nasyarakat Kabupaten Malang, sehingga hasilnya juga harus dirasakan masyarakat.
”Jadi semua ini demi kebaikan dan produktifitas KEK ke depan. Mengingat KEK ada dalam zona teritorial hukum Pemkab Malang. Jadi, alangkah baiknya Pemkab Malang menetapkan standar dan target kinerja pada pengelola KEK sehingga keberadaannya tidak diprasangkai menguntungkan segelintir orang,” tegasnya.
Menurut Adeng, seharusnya Pemerintah Kabupaten Malang menyodorkan beberapa syarat kepada pengelola KEK.
Misal, semua pembayaran harus menggunakan QRIS atau e-money yang tujuannya meningkatkan penerimaan daerah. Hal sederhana seperti itu, jelas Adeng, dapat diterapkan sehingga KEK bisa lebih bermanfaat.
“Kalau saja eksekutif bisa mengukur keberadaan KEK karena menghasilkan 250-300, kan gak bisa itu dijadikan ukuran. Karena mereka sekolah disana bukan gratis. Jika logikanya dibangun sama, berarti keberadaan universitas se-Malang ini kalah keren dong dengan kampus yang dikelola di KEK, kan itu konklusi dari pemikiran eksekutif,” pungkasnya. (ull/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS