BLITAR – Ribuan warga dan sejumlah tokoh nasional memadati pagelaran perdana Festival Wayang Nusantara di alun-alun Kota Blitar, Selasa (2/8/2016) malam. Wayang kulit ini dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur atas ditetapkannya 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila oleh pemerintah.
Acara dibuka dengan tari-tarian dan film dokumenter pendek tentang wayang nusantara. Di dalam film itu diceritakan bahwa Bung Karno sang penggagas Pancasila adalah penyuka wayang. Kesukaan Bung Karno terhadap wayang ini menurun kepada anaknya Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri.
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf selaku penanggung jawab acara menuturkan, kegiatan pagelaran wayang nusantara ini juga dimaksudkan sebagai bentuk sosialisasi 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.
“Kita lakukan sosialisasi, salah satunya dengan pagelaran wayang. Ini salah satu cara yang efektif dalam menyampaikan nilai-nilai Pancasila, mengingat bagi masyarakat Jawa wayang ini tidak sekadar tontonan, tetapi juga mengandung tuntunan,” ujar Gus Ipul, sapaan Saifullah Yusuf.
Sementara itu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam pidatonya menyampaikan Indonesia merdeka tidak akan sekuat ini tanpa Pancasila. Sebagai sari pati inti kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila yang digagas Presiden Soekarno telah disepakati para pendiri bangsa Indonesia untuk menjadi dasar negara.
“Maka seperti diserukan Bung Karno, seluruh elemen bangsa harus berani menentukan sikap, siapa lawan siapa kawan, individu maupun kelompok, yang ingin memecah belah Pancasila,” tegas menteri yang pernah menjabat Sekjen PDI Perjuangan ini.
Menurut Tjahjo, Wayang dipilih sebagai bentuk sosialisasi pada masyarakat tentang hari lahir Pancasila 1 Juni karena Bung Karno sendiri adalah sosok yang sangat akrab dengan pewayangan.
“Wayang itu syarat filosofi kehidupan. Dalam berbagai pidato Bung Karno kerap mengutip kisah wayang. Dan sering diulang-ulang. Termasuk dalam persiapan kemerdekaan bangsa ini,” urai Tjahjo.
Dia menyontohkan bagaimana Bung Karno mengutip syair Baghawad Gita yang kerap disebut Nyanyian Dewata dalam pidato pembelaan di depan pengadilan kolonial. Pidato yang diberi judul Indonesia Menggugat itu dilakukan tahun 1948.
Bung Karno menerjemahkan sebagai berikut;
Ketahuilah!
Senjata tiada menyinggung hidup,
Api tiada membakar, tiada air membasahi,
Tiada angus oleh angin yang panas, Tiada tertembusi, tiada terserang, tiada terpijak.
Dan merdeka, kekal-abadi, dimana-mana tetap tegak.
Tiada nampak, terucapkan tiada.
Tiada terangkum oleh kata, dan pikiran.
Senantiasa pribadi tetap!
Begitulah disebut Jiwa.
Dalam pagelaran perdana ini dua dalang Ki Anom Suroto dan Bayu Aji malam itu mementaskan cerita Lampahipun Bimo Labuh yang bercerita tentang pemimpin yang selalu membela kepentingan rakyat.
Turut nemeriahkan pula di atas panggung, lawak Gareng, Jo Kluthuk, Jo Klithik dan Endah Laras. Rencananya, pagelaran ini juga akan digelar keliling 13 kabupaten dalam enam bulan ke depan.
Nampak hadir para tokoh antara lain Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Wakil Sekjen PDIP Achmad Basarah, Ketua DPP PDIP Sri Rahayu, anggota DPR RI Sirmadji, Ketua DPD PDIP Jatim Kusnadi dan jajaran pengurusnya, Gubernur Jawa Timur dan wakilnya Soekarwo – Saifullah Yusuf, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Ada pula seniman Yogyakarta, Butat Kertaradjasa, Eep Saifullah Fatah, dan mantan Wakil Wali Kota Surabaya Arif Affandi. Nampak pula sejumlah kepala daerah di Jatim dan para kader PDI Perjuangan dari berbagai daerah di jatim.
Selain menggelar wayang, para tokoh tersebut juga melakukan ziarah bersama ke makam Proklamator RI, Soekarno pada sore harinya. (sa)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS