SURABAYA – Film “Soera Ing Baja: Gemuruh Revolusi 45” mulai diputar di Surabaya, Senin (2/1/2023). Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi nonton bareng (nobar) di Studio XXI Tunjungan Plaza Mal.
Eri nobar bersama jajaran perangkat daerah (PD), camat, lurah, serta komunitas pegiat sejarah yang terlibat dalam pembuatan film tersebut. Dalam film ini, dua ikut terlibat dengan memerankan Presiden pertama RI, Soekarno.
“Film “Soera Ing Baja” ini sungguh luar biasa, sebagaimana dikisahkan di dalamnya mengenai perjuangan Arek-arek Suroboyo yang luar biasa dengan semangatnya Bung Tomo,” kata Cak Eri.
Bercerita perjuangan masyarakat Surabaya dalam memerangi penjajah, film ini bisa menjadi gambaran perjuangan arek Surabaya di masa lalu. Sehingga bisa jadi teladan para remaja saat ini.
Oleh karenanya, sebut Eri, film ini wajib ditonton oleh generasi penerus bangsa, terutama Arek-arek Suroboyo. Dengan melihat film itu, secara otomatis jiwa generasi muda Kota Surabaya akan terpatri rasa kepahlawanan.
Yang bisa dicontoh untuk diterap, bukan melawan pendudukan penjajah, namun memerangi kemiskinan, gizi buruk, stunting, putus sekolah dan kebodohan.
Namun, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tak membebani ongkos nonton film tersebut ke masyarakat.
“Seluruh siswa SD-SMP yang di bawah kewenangan Pemerintah Kota (Pemkot) akan kami sediakan tempat, untuk kita wajibkan nobar film ini. Nanti ada dua studio yang kita siapkan,” ujar Eri.
Film “Soera Ing Baja” juga akan diputar di Museum Pendidikan. Juga, melalui layar lebar, agar masyarakat dapat menikmati film tersebut.
Film ini hasil kolaborasi antara pemkot dengan komunitas pegiat sejarah dan TVRI Jawa Timur. Eri pun berencana membuat film sejarah yang lebih megah.
Memerankan figur Bung Karno dalam sebuah film bukanlah yang pertama bagi Cak Eri. Sebelumnya, dia juga memerankan figur yang sama pada film “Kusno”. Namun dia mengakui karakter Bung Karno kali ini berbeda.
“Saya nerves (grogi) memerankan sosok Bung Karno. Karena film ini benar-benar heroik dan menggambarkan sejarah pertempuran Kota Surabaya,” imbuhnya.
Sementara itu, sutradara Film “Soera Ing Baja” Faizal Anwar dan Achmad Zaki Yamani mengatakan, film ini reka ulang kejadian di masa pasca kemerdekaan. Ini berdasarkan kisah pertempuran yang diambil dari arsip serta data sejarah.
Di antaranya, arsip pemberitaan Resolusi Jihad di surat kabar, arsip resmi laporan kematian Brigadir Mallaby yang baru dapat dibuka pada 2022, arsip Surat Penetapan Pemerintah Republik Indonesia tentang Hari Pahlawan pada 1946, serta dokumen asli pidato Presiden Soekarno saat peresmian Tugu Pahlawan pada 10 November 1952.
“Film ini adalah gambaran peristiwa yang terjadi pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia di Surabaya hingga terjadinya palagan nasional pertempuran Surabaya. Hingga akhirnya pemerintah pusat saat itu menetapkan 10 November sebagai peringatan Hari Pahlawan dan membangun Tugu Pahlawan untuk mengenang peristiwa besar itu,” kata Zaki.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Surabaya, Wiwiek Widayati mengatakan, film “Soera Ing Baja: Gemuruh Revolusi ‘45” mengisahkan tentang pertempuran Surabaya pada masa pendudukan kolonial di tahun 1945 lalu.
“Ini merupakan momentum yang tepat. “Soera Ing Baja” itu secara harfiah artinya berani menghadapi bahaya. Maka dari itu film ini diputar sebagai penyemangat warga Surabaya di tahun yang baru, semoga lebih berani lagi dalam menghadapi tantangan ke depan,” kata Wiwiek.
Film ini diproduksi dengan latar sepenuhnya di Kota Surabaya. Ini melibatkan kurang lebih ratusan orang dari beragam afiliasi. Mulai dari kalangan komunitas, pegiat sejarah, akademisi hingga mahasiswa.
Selain melibatkan ratusan orang, banyak mengambil latar bangunan kuno khas zaman dulu di Kota Pahlawan.
Beberapa set latar pengambilan itu mulai dari bangunan Lodji Besar Peneleh, warga sekitar kampung Pandean, Plampitan, dan masih banyak lagi. (dhani/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS