JAKARTA – DPP PDI Perjuangan menggelar wayang kulit dalang 3 di halaman masjid At-Taufiq, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat malam sampai Sabtu (29/7/2023) dini hari .
Acara dihadiri Sekjen DPP Hasto Kristiyanto, Ketua DPP Sri Rahayu dan Nusyirwan Soejono. Hadir pula Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas dan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.
Pagelaran digelar dalam rangka merefleksikan peristiwa kerusuhan dua puluh tujuh juli (Kudatuli) 1996.
“Karena Tragedi 27 Juli itu adalah momentum politik yang membuka gerbang demokratisasi di Indonesia,” kata Hasto.
Cerita wayang, lanjut dia, mengajarkan begitu banyak falsafah kehidupan menjaga keseimbangan kehidupan, menjaga alam raya, dan menjaga hubungan antar sesama.
“Pada akhirnya, dalam cerita wayang, siapa yang memperjuangkan kebenaran, dia yang akan menang. Selamat menikmati pagelaran wayang kulit,” kata Hasto membuka acara.

Pagelaran wayang kulit oleh DPP PDI Perjuangan tersebut menampilkan 3 dalang. Yakni Ki Puthut Puji Aguseno, Ki Joko Widodo (Joko Klentheng), dan Ki Alex Budi Sabdo Utomo. Dua nama terakhir merupakan dalang asli Ngawi yang sudah banyak malang melintang pentas pewayangan. Lakon yang dibawakan Pandawa Syukur (Sesaji Rojosuyo).
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Ngawi, Yuwono Kartiko (King) saat dikonfirmasi mengatakan, selain dalang asal Ngawi yang berpentas di even DPP Partai, para pengrawit atau awak pewayangan penabuh alat musik juga didatangkan dari Ngawi. Hal itu, kata Pak King, sebagai bentuk dukungan DPC Ngawi terhadap kegiatan seni budaya oleh DPP Partai.
“Semua pelaku pagelaran wayang kulit malam ini, dari dalang sampai pengrawitnya orang Ngawi. Ini sebagai bentuk dukungan DPC bgawi atas peringatan Kudatuli oleh DPP Partai,” kata Pak King, melalui pesan WA.
Sedikit mengulas Lakon Pandawa Syukur, berkisah tentang ambisi raja Prabu Jarasanda dari Kerajaan Giribaja untuk menjadikan 100 raja sebagai tumbal.
Namun ambisi raja jahat tersebut tidak dapat terealisasi. Sebab, baru 97 raja yang berhasil dia sekap. Masih ada 3 raja yang tidak dapat ditaklukan. 3 raja tersebut ialah Puntadewa (Raja Amarta), Kresna (Raja Dwarawati), dan Baladewa (Raja Mandura).
Tiga raja tersebut berinisiasi untuk bangkit melawan Jarasanda. Perjuangan yang dilakukan 3 raja itu pun membuahkan hasil. Setelah melalui pertempuran yang sengit, Jarasanda berhasil dikalahkan, dan 97 raja yang disekap juga berhasil dibebaskan.
Sebagai wujud syukur, para raja yang telah dibebaskan bersama dengan dua kerajaan lainnya turut serta mengikuti Sesaji Raja Suyo, keberhasilan pandawa mendirikan kerajaan Amarta.
Pak King mengatakan, pagelaran wayang kulit dengan lakon Pandawa Syukur dapat dimaknai sebagai media pengingat untuk generasi saat ini. Wayang kulit sebagai salah satu warisan budaya diharapkan dapat secara efektif dalam mengkomunikasikan pesan perenungan dan hikmah peristiwa Kudatuli.
“Wayang kulit merupakan warisan budaya kita. Diharapkan, melalui media ini akan efektif dalam mengkomunikasikan pesan dalam merenungkan dan menghikmahi peristiwa Kudatuli,” kata Pak King yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Ngawi.

Generasi Muda Mesti Merenungi Kudatuli
Lakon Pandawa Syukur, jika disimak mirip-mirip dengan tragedi kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli). 27 tahun lalu. Kudatuli, menggambarkan syahwat rezim otoriter Orba yang mengekang demokrasi. PDI dengan ketua Megawati Sukarnoputri menjadi korban kezaliman penguasa saat itu.
Kantor DPP PDI Pro Mega, di Jalan Diponegoro, menjadi saksi pengorbanan para pejuang demokrasi. Mimbar bebas, menjadi kran untuk membuka kanal demi menyuarakan perjuangan, agar tegaknya demokrasi di negeri ini. Gagasan yang dilontarkan, dibalas penguasa dengan tindakan represif. Korban pun berjatuhan.
Sebagaimana kisah lakon Pandawa Syukur, penguasa zalim pun akhirnya tumbang. Perjuangan demi tegaknya demokrasi terwujud melalui jalan reformasi. Perjuangan para korban tindak represif penguasa orba tidak sia-sia. Demokrasi yang diidam-idamkan masyarakat akhirnya menang.
Pak King bilang, tragedi Kudatuli harus diingat sebagai momentum perjuangan menegakkan demokrasi. Sebagaimana intruksi Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Sukarnoputri, Kudatuli harus diperingati sampai dengan struktur anak ranting. Hal itu sebagai pengingat, bahwa demokrasi yang dinikmati saat ini tidak terlepas dari perjuangan ketika Kudatuli, 27 tahun silam.
“Kudatuli perlu direnungi, dihikmahi, khususnya kader dan generasi muda, bahwa demokrasi yang dinikmati saat ini tidak terlepas dari perjuangan para pejuang korban Kudatuli,” kata Pak King.
“Untuk itu, doa bagi korban Kudatuli dipanjatkan. Semoga Allah SWT, Tuhan YME, menerima amal baik para korban. Dan mengampuni dosa-dosanya. Serta semangat perjuangannya bisa diwariskan untuk semua Kader PDI Perjuangan khususnya, dan generasi muda pada umumnya,” pungkas Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Ngawi, Yuwono Kartiko (King). (amd/hs)










