BOJONEGORO – Anggota DPRD Bojonegoro, Dony Bayu Setiawan menggelar pertemuan dengan masyarakat Samin di masa reses persidangan pertama tahun ini. Acara dilaksanakan di Kampung Budaya Samin, Dusun Jepang, Desa dan Kecamatan Margomulyo.
Pertemuan dengan sedulur sikep atau peniten, sebutan untuk masyarakat Samin, Donny Bayu tampak akrab dengan para tokoh dan sesupuh. Termasuk dengan Mbah Hardjo Kardi, usia 85 tahun, keturunan Surosentiko Samin sekaligus sesepuh masyarakat Samin.
Maklum, beberapa waktu lalu, wakil rakyat dari PDI Perjuangan tersebut didapuk sebagai warga kehormatan masyarakat Samin.
Berbagai aspirasi dan masukan dari masyarakat Samin ditampung Donny Bayu untuk diperjuangkan dalam tugas-tugas kedewanan yang diembannya.
Serap aspirasi sekaligus silaturahmi dengan masyarakat Samin, kata Donny, bagian dari komitmen dirinya selaku kader PDI Perjuangan untuk meletarikan ajaran dan budaya masyarakat Samin.
“Sebagai bentuk penghormatan kepada Surosentiko sekaligus budaya positif masyarakat,” katanya, Sabtu (22/1/2022).
Tentang peniten atau sedulur sikep sebagai nama lain dari masyarakat Samin, Donny menjelaskannya sebagai berikut. Peniten, dari bahasa Jawa niteni, adalah sikap mencermati yang bersumber dari ajaran leluhur. Sementara kata sedulur adalah saudara, sementara sikep adalah senjata.
Sehingga sedulur sikep bermakna ajaran Samin yang mengedepankan perlawanan tanpa senjata atau tidak menggunakan kekerasan. Karena pada mulanya ajaran Samin merupakan bentuk perlawanan penduduk bumi putera terhadap kolonialisme era penjajahan Belanda.
Perlawanan ketika itu dilakukan bukan dengan cara fisik, tetapi melalui tindakan pembangkangan terhadap segala macam peraturan pemerintah kolonial. Salah satunya, menolak membayar pajak karena mereka beranggapan bahwa bumi yang dipijak dan digunakan adalah milik Tuhan dan warisan nenek moyang.
Masyarakat Samin, lanjut Donny, juga dikenal jujur dan terbuka terhadap siapapun termasuk kepada orang-orang yang belum dikenalnya. Mereka akan mengatakan apa saja sesuai dengan realitas tanpa ada rekayasa. Meskipun kadang disalah-pahami sebagai sikap lugu dan cenderung dianggap bodoh.
Tetapi cara tersebut yang dulu dipergunakan melawan Belanda, meski sudah mengerti tetapi pura-pura tidak mengerti.
Masyarakat Samin menganggap semua orang sebagai saudara. Sehingga sikap kebersamaan selalu diutamakan. Sifat-sifat ini tercermin dalam perilaku, sikap maupun bahasa yang digunakan.
Ajaran lain yang diterapkan masyarakat Samin adalah gotong royong. Kalau ada yang sedang membangun rumah atau mengerjakan sawah misalnya, tanpa diminta, semua warga akan datang dan membantu.
“Gotong-royong untuk kebutuhan umum dinilai lebih tinggi nilainya daripada kebutuhan pribadi. Dan kerja bakti merupakan hal yang terpuji. Gotong royong ini dikenal oleh masyarakat Samin sebagai sambatan atau rukunan,” jelasnya. (jen/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS