SURABAYA – Ketua DPRD Surabaya Armuji minta pemerintah kota memperbaiki makam peninggalan Belanda di kawasan Peneleh yang kondisinya mengenaskan. Sebab, makam ini termasuk salah satu destinasi kunjungan tamu dalam kegiatan Preparatory Committee Meeting 3 (Prep-Com 3) di Konferensi UN Habitat III pada Juli 2016 depan.
“Makam ini harus dibenahi Pemkot Surabaya dengan serius. Apalagi mau dipamerkan kepada perwakilan 190-an negara saat pelaksanaan UN Habitat III di Surabaya Juli depan,” kata Armuji, Kamis.
Senin (13/6/2016) lalu, Armuji mengunjungi makam Peneleh bersama Budi Leksono, anggota Komisi A DPRD Surabaya. Legislator empat periode ini menyaksikan sendiri kondisi makam kuno tersebut yang berbagai ornamen seperti marmer, dan hiasan makam lainnya banyak yang hilang dan hancur.
Selain itu, akses jalan di dalam area makam kurang begitu baik, dan kurangnya penerangan. Dia ingin ada penambahan lampu penerangan supaya tidak kelihatan menyeramkan.
Armuji mencontohkan negara lain yang menghargai makam benilai sejarah tinggi menjadi objek wisata yang sangat diminati. Seperti Vietnam, dan Berlin di Jerman, terdapat objek wisata makam yang sangat populer dikunjungi wisatawan.
“Padahal kalau dilihat unsur seni dan artistiknya, masih bagus makam Peneleh. Di Vietnam makam bekas perang, dan Berlin yang dulu ada kenangan sejarah dengan Nazi menjadi sangat bernilai,” ucap pria yang juga Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur itu.
Armuji minta makam Peneleh jadi salah satu sasaran renovasi agar lebih bernilai. Apalagi, untuk menghadapi UN Habitat, Pemkot Surabaya sudah menganggarkan Rp 30 miliar untuk membenahi infrastruktur dan lokasi bersejarah.
Terkait UN Habitat tersebut, dia minta pembenahan tidak hanya dilakukan di Jalan Tunjungan. Makam Peneleh, juga rumah kelahiran Bung Karno di Jalan Pandean IV, dan rumah HOS Cokroaminoto, harus dibenahi karena mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi.
Selain melihat kondisi makam, Armuji juga mendapatkan fakta hampir semua bangunan di Jalan Makam Peneleh sepanjang 100 meter menjorok melebihi persilnya, maju 3-5 meter mulai bangunan nomor 28 hingga 44.
Bahkan, bangunan di Jalan Makam Peneleh No 40- 44 berdiri di atas saluran. Semuanya berada di sisi selatan makam.
“Ini semua harus dibongkar karena menutupi saluran. Yang jelas bangunan yang menjorok ke jalan itu tidak ada izinnya,” tegasnya.
Penertiban bangunan yang menutup saluran, sebut Armuji, harus dilakukan untuk mencegah terjadinya banjir yang belakangan jadi langganan di kawasan ini. Terutama saat turun hujan.
Menurutnya, dampak banjir akibat saluran tak lancar di kawasan tengah kota ini cukup luas. Yakni meliputi semua kampung di Peneleh, Pandean, Grogol, Lawang Seketeng, hingga Undaan.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, imbuh Armuji, perlu menyelaraskan terbentuknya image makam Peneleh sebagai cagar budaya. Sebab, makam berarsitektur indah seperti di Peneleh inilah yang diburu wisatawan asing. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS