JAKARTA — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Wagub Djarot Saiful Hidayat menghadiri peluncuran buku Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat. Buku kisah tentang Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri itu diluncurkan di Gedung ANRI, Rabu (23/3/2016).
Berbatik lengan panjang, Ahok tiba di lokasi acara sekitar pukul 19.05 WIB. Selain Ahok, pejabat yang hadir yaitu Seskab Pramono Anung, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menko PMK Puan Maharani, KaBIN Sutiyoso, Menko Kemaritiman Rizal Ramli, dan eks KaBIN Hendropriyono.
Dalam acara tersebut, Pramono Anung duduk semeja dengan Megawati Soekarnoputri. Sedangkan Ahok duduk semeja dengan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
“Kami membedakan proses pilkada dengan seluruh agenda, termasuk peluncuran buku,” ujar Hasto Kristiyanto.
Menurut Hasto, pembuatan buku tersebut tidak digagas oleh DPP PDI Perjuangan. Buku itu digagas wartawan yang telah meliput kegiatan Megawati sejak Orde Baru.
“Wartawan pejuang yang di masa sulit saat rezim otoriter bersama Megawati menyongsong arus bawah, melawan rezim otoriter,” jelasnya.
Dia menambahkan, buku terbitan Gramedia ini berisi kumpulan tulisan terkait catatan perjalanan Megawati dalam memperjuangkan demokrasi. “Bagaimana membangun harapan rakyat dan tata pemerintahan yang demokratis,” ujarnya.
Catatan 22 Wartawan
Buku Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat ditulis 22 wartawan, dua di antaranya dari Jepang dan Swedia. Mereka bukan wartawan sembarangan, mereka sudah kenyang dalam dunia jurnalistik. Sebagian masih menekuni profesi ini, sebagian lainnya menekuni dunia pendidikan dan sosial.
Mereka tergerak mengumpulkan serpihan catatan terpendam mereka selama ini. Merekalah saksi hidup bagaimana sesungguhnya Megawati, yang menjadi simbol rontoknya rezim Orde Baru.
Sepak terjang putri tertua sang proklamator Bung Karno itu ditulis dalam berbagai sudut pandang. Misalnya, kisah Megawati melampaui masa-masa “berat” naik ke panggung politik dan menghadapi kokohnya keangkuhan rezim Orde Baru.
Aneka reportase dari dekat bagaimana Megawati bergerilya menjumpai para pendukungnya di seantero negeri, lengkap negeri. Cerita di balik berita soal bagaimana Megawati menjaga persahabatannya di tengah turbulensi politik hingga melambung ke Istana Negara.
Tak luput juga, bagaimana sesungguhnya Megawati meladeni wartawan di masa itu, kisah-kisah lucu dan personal yang mewarnai hubungan para wartawan dengan Megawati sebagai narasumber.
Tulisan 22 wartawan itu tak hanya memotret gambaran Megawati sebagai perempuan yang bersahaja, ibu rumah tangga, seorang istri, politikus, ketua umum partai, Wakil Presiden, Presiden hingga menjadi pada akhirnya, Megawati tak ubahnya ibu bagi seluruh rakyat Indonesia.
Buku ini disunting Kristin Samah sebagai editor ini menjadi “pelengkap” hadirnya buku-buku yang mengulas Megawati Soekarnoputri. Sekaligus menjadi pandora yang menguak sisi kelam sejarah transisi pemerintahan Soeharto ke masa reformasi.
Detik- detik penyerbuan kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta serta terbukanya Cendana untuk Megawati menjadi awal dari gerakan merah menyemut alias merah total di seluruh pelosok tanah air.
Buku ini juga dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban para saksi mata sejarah – yang mungkin saat berkiprah menjadi pekerja media dulu – tidak sempat atau luput dari kebijakan redaksional medianya masing-masing. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS