Kamis
13 Maret 2025 | 4 : 24

Pertahankan Tanaman Apel Walau Harga Terpuruk

pdip jatim - wito argo dprd batu

pdip jatim - wito argo dprd batuKesibukannya di dunia politik tidak membuat Wito Argo lupa akan habitat aslinya. Menjadi petani yang merawat tanaman Apel Batu seluas puluhan hektar miliknya.

ARIS SYAIFUL ANWAR

HALAMAN rumah di Jalan Diponegoro No 41, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, tampak satu pohon apel berjenis Manalagi yang tumbuh subur. Terlihat dirawat dengan baik agar tetap tumbuh dan menghasilkan buah apel. Tanaman tersebut dijadikan simbul pemilik rumah yang merupakan petani apel.

Tidak jauh dari pohon apel tersebut tampak seorang pria yang sedang duduk di teras rumah sambil membaca koran Jawa Pos Radar Batu. Kegiatan membaca tersebut rutin dilakukan pria yang akrab disapa Wito setiap pagi hari. Sebelum berangkat ke gedung DPRD Kota Batu menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.

Selain ke kantor, siang harinya atau pada saat luang, Wito juga selalu memeriksa hamparan pohon apel yang berada di lahan pertaniannya. Apel yang ditanam Wito jenis manalagi, Room Beauty dan Green Smith. Pohon apel tersebut di lahan seluas puluhan hektar yang ada di Kecamatan Bumiaji.

Diperiksa satu persatu. Diidentifikasi kondisinya agar apel tetap berbuah dengan baik. Menjaga kualitas tanaman dan produksi buahnya. Dan itu sudah dilakukan sejak turun temurun dari kakek hingga orang tua Wito. ”Saya ini generasi ketiga petani Apel Batu. Dan saya berusaha mempertahankan dan mengembangkannya,” kata Wito.

Pria yang sudah berusia 54 tahun ini pun menceritakan bahwa keluarganya salah satu petani yang mengembangkan tanaman Apel Batu di kawasan Bumiaji pada tahun 1965 bersama 40 petani lainnya. Saat itu Wito masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Lahan pertanian milik kakeknya yang dulunya di tanam palawija diganti dengan pohon apel. Dirawat dengan baik karena kondisi air dan tanah masih sangat subur. ”Pengairan saat itu sangat melimpah. Tidak seperti sekarang,” ungkap pria yang sudah dikaruniai dua anak ini.

Pada saat itu apel yang ditanam masih jenis Room Beauty dan Green Smith. Baru pada tahun 1970 apel manalagi mulai masuk ke Kota Batu. Ditanam para petani diladangnya untuk di kembangkan.

Buah tersebut lalu popular hingga luar daerah. Membuat Kota Batu yang dulunya hanya sebuah kecamatan dikenal dengan Apel Batu. Bahkan apel yang dihasilkan dari lahan milik keluarga Wito dikirim ke Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Bali. ”Dulu permintaan terus naik. Kualitas produksi buah apelnya juga bagus,” ungkap Politisi asal PDI Perjuangan ini.

Walau banyak permintaan, namun petani tidak bisa mengendalikan harga. Sebab harga dimainkan oleh para petani. Sedangkan petani sendiri saat itu hanya fokus merawat tanaman saja. Membuat keuntungan yang didapat petani tidak bisa banyak.

Agar mendapatkan untung, para petani pun menggenjot produksi buah apel. Caranya menggunakan pupuk kimia dan perstisda berlebihan. ”Pada waktu itu belum memahami dampak pemakaian pupuk pestisida. Petani hanya memakai untuk meningkatkan produksi,” terang pria yang hobi otomotif.

Dengan menggenjot produksi, pada tahun 1970 hingga 1985, Apel menjadi buah dewa. Karena masyarakat benar-benar mengalami manfaat yang luar biasa. Pendapatannya pun terus meningkat. HIngga terkenal hingga luar kota. Bahkan sekarang menjadi ikon Kota Wisata Batu ini.

Seiring perjalanan waktu, pertanian apel pun mulai rusak akibat penggunaan pupuk kimia berlebih. Unsur kesuburan tanah pun berkurang. Membuat banyak apel yang kurang produktif. Bahkan tidak sedikit petani yang mulai mengganti tanaman apel dengan tanaman lainnya maupun menjual lahan apelnya.

Namun itu tidak membuat Wito pun ikut-ikutan mengganti lahan apel miliknya dengan pertanian lainnya maupun menjualnya. Wito pun bersemangat untuk memperbaiki kondisi kesuburan tanah di lahan pertaniannya. Memperbaiki lahan dengan pola organic. Memberikan nutrisi dalam kandungan tanah dengan pola organik.dan hingga sekarang mulai menemukan hasilnya.

Sebagian lahan apel miliknya pun sudah mulai bagus. Produksinya juga terus meningkat. ”meskipun belum 100 persen organik, namun sudah merasakan manfaatnya. Saya juga gandeng teman-teman petani agar beralih ke pertanian organic,” urai suami Monika Elyana.(*/bb)

Sumber : Radar Malang

BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkini

EKSEKUTIF

Bupati Ony Ngantor di MPP untuk Maksimalkan Pelayanan Publik

NGAWI – Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono, menepati janjinya untuk berkantor di Mall Pelayanan Publik (MPP) sebagai ...
LEGISLATIF

Marak MinyaKita Tak Sesuai Takaran, Baktiono Ingatkan Produsen dan Masyarakat

SURABAYA – Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Baktiono, mengingatkan masyarakat pentingnya memahami volume minyak ...
KABAR CABANG

DPC Tulungagung Gelar Konsolidasi Internal, Bahas Rencana Kegaitan Ramadan

TULUNGAGUNG – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kabupaten Tulungagung menggelar konsolidasi internal di ...
LEGISLATIF

Ketua DPRD Supriadi Apresiasi Program OASE Baznas Kabupaten Blitar.

BLITAR – Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Supriadi, memberikan apresiasi terhadap program “OASE” (Orang Tua Asuh ...
SEMENTARA ITU...

Langkah Konkret Menuju Ekonomi Hijau, Ning Ita Serahkan Bantuan 20 Becak Listrik

MOJOKERTO – Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari, yang akrab disapa Ning Ita menyerahkan bantuan 20 unit becak ...
EKSEKUTIF

Atasi Macet, Eri Cahyadi Ingin Terapkan Tarif Progresif Parkir TJU di Surabaya

SURABAYA – Wali Kota Eri Cahyadi menargetkan di Surabaya tidak ada parkir liar di tahun 2025. Hal ini disampaikan ...