JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Johan Budi menilai, ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) dalam gelaran pemilihan umum merupakan suatu keniscayaan.
Meskipun undang-undang telah mewajibkan ASN untuk netral, namun, Johan menilai setiap ASN punya ketertarikan sendiri dalam gelaran pemilihan umum.
“Ketidaknetralan ASN itu menurut saya sebuah keniscayaan, karena tentu ASN punya interest,” kata Johan dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Komisi ASN (KASN), Rabu (5/8/2020).
“Jadi menurut saya tidak ada ASN yang netral dalam konteks pilihan pribadi masing-masing,” ucap dia.
Johan mengatakan, kewajiban ASN untuk bersikap netral diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Pasal 70 Ayat (1) undang-undang tersebut mengatakan, ASN yang terlibat kampanye pasangan calon bisa dipidana 6 bulan penjara.
Namun, menurut Johan, meskipun undang-undang telah mengatur sedemikian rupa, pada praktiknya penegakan hukum pelanggaran netralitas ASN masih belum berjalan.
Masih banyak ASN yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas di pemilihan umum, tetapi lolos dari sanksi.
“Saya belum pernah baca atau saya terlewat ya yang secara besar penegakan hukum terkait dengan ketidaknetralan ASN ini. Apakah sedikit ASN yang tidak netral? Saya kira banyak,” ujar Johan.
Johan menyebut, netralitas ASN sebenarnya sangat penting untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik.
Sebagai mesin utama yang menjalankan birokrasi, sudah semestinya ASM tidak memihak dalam menjalankan tugasnya. “Tapi apakah ini bisa dicapai? Saya kok pesimis ya,” ucap mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Menurut Johan, yang harus diperhatikan ke depan adalah penegakan hukum dari pelanggaran netralitas ASN. Ia menyebut, dengan aturan hukum yang ada saat ini, seharusnya angka netralitas ASN bisa ditekan jika aturan benar-benar dijalankan.
“Jadi reward and punsihment harus benar-benar ditegakkan di dalam konteks menjalankan fungsi sebagai ASN,” kata Johan.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 456 aparatur sipil negara (ASN) dilaporkan ke Komisi ASN (KASN) atas dugaan pelanggaran netralitas di Pilkada 2020. Dari jumlah tersebut, 344 ASN telah dijatuhi rekomendasi sanksi oleh KASN.
Namun, rekomendasi itu belum seluruhnya ditindaklanjuti pejabat pembina kepegawaian (PPK). Data tersebut berasal dari catatan KASN per 31 Juli 2020.
“Sebanyak 344 orang telah diberikan rekomendasi penjatuhan sanksi pelanggaran netralitas, dengan tindak lanjut pemberian sanksi dari PPK baru kepada 189 ASN atau 54,9 persen,” kata Ketua KASN Agus Pramusinto dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Rabu (5/8/2020).
Agus mengatakan, ketidaknetralan ASN masih terjadi salah satunya karena respons PPK yang lambat dalam menindaklanjuti rekomendasi sanksi. Bahkan, dalam sejumlah kasus, PPK enggan menindaklanjuti rekomendasi KASN.
Kondisi ini menunjukan adanya konflik kepentingan pada diri PPK sehingga ASN cenderung melakukan pelanggaran secara terus-menerus. Oleh karenanya, Agus meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi Birokrasi (Menpan RB) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menjatuhkan sanksi pada PPK yang tak mau melaksanakan rekomendasi KASN.
“Masalah ini tentu harus diakhiri. Saya mohon Menpan RB dan Mendagri memberikan sanksi yang tegas pada PPK yang tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN sesuai peraturan perundang-undangan berlaku,” ujar Agus. (kompas)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS