SURABAYA – Wali Kota Tri Rismaharini minta para mahasiswa-mahasiswi tergabung dalam program Campus Social Responsibility (CSR) mengembalikan anak-anak putus sekolah agar bisa meneruskan pendidikannya.
“Program CSR ini bertujuan untuk mendampingi anak-anak yang putus dan rentan sekolah sehingga nantinya mereka mau kembali ke bangku pendidikan,” kata Risma di acara CSR yang digelar di Kebun Bibit Wonorejo, kemarin.
Acara CSR kali ini digelar Pemkot Surabaya bersama 26 kampus dan perangkat daerah terkait. Program yang kini sudah memasuki tahun keempat dihadiri sekaligus dibuka Risma, Kepala Dinas Sosial Supomo, Direktur Program CSR Atiyun Najah Indhira beserta adik dan kakak asuh pendamping yang masing masing berjumlah 400 orang.
Risma menuturkan program ini dibuat untuk mewadahi anak-anak yang putus dan rentan sekolah dari berbagai macam faktor. Seperti dari masalah ekonomi, rumah tangga orang tua yang kurang harmonis, lingkungan sekolah yang kurang nyaman bagi anak-anak (Bullying) dan pengaruh dari luar sekolah dan keluarga (obat-obat terlarang dan game).
Namun, lanjut Risma, tidak mudah memang mengembalikan anak-anak tersebut ke bangku pendidikan sebab selama ini mereka sudah telanjur berada di zona nyaman. Oleh karena itu dibutuhkan pendampingan secara serius, motivasi, membangun mental agar mereka tidak merasa rendah diri dan membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan.
“Jika tidak didampingi atau diwadahi seperti ini, bisa menakutkan nasib mereka di kemudian hari,” kata Risma.
Pada kesempatan itu Risma mengucapkan banyak terima kasih kepada para mahasiswa yang mau terlibat dan peduli kepada adik-adiknya yang mengalami masalah sosial dan pendidikan.
“Kalian semua yang ada di sini telah melakukan perintah Tuhan dengan berbuat baik bagi sesama,” ujar mantan Kepala Bappeko tersebut.
Sementara itu, Direktur Program CSR, Atiyun Najah Indhira menjelaskan, sebelum terjun ke lapangan untuk bertemu orang tua dan melakukan pendampingan agar anak-anak tersebut mau kembali bersekolah, mahasiswa pendamping diberi pembekalan khusus.
Di antaranya, seputar teknis pendampingan, manajemen waktu dan parenting (pola pengasuhan anak yang baik).
“Tujuannya agar mahasiswa mampu menjelaskan kepada orang tua murid mengenai pentingnya pendidikan serta mau mendorong anaknya agar kembali bersekolah,” ujar wanita berjilbab tersebut.
Atiyun menambahkan, jumlah anak didik dan kakak pengasuh dari tahun ke tahun terus meningkat. Ia mencontohkan pada 2016, sebanyak 301 anak yang mengalami putus dan rentan sekolah masing-masing 135 anak mengalami putus sekolah sedangkan rentan putus sekolah sejumlah 166.
“Selama satu tahun masa pendampingan, akhirnya diperoleh 114 anak yang mau kembali bersekolah,” ungkapnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS