SURABAYA – Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) menerbitkan Peraturan Menteri PANRB (PermenPANRB) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai ASN Secara Fleksibel pada Instansi Pemerintah.
Aturan ini menjadi dasar penerapan pola kerja fleksibel atau flexible working arrangement (FWA), termasuk skema work from anywhere (WFA) bagi aparatur sipil negara (ASN). Dengan kebijakan ini, ASN bisa menjalankan tugas kedinasan dari rumah atau lokasi lain di luar kantor, sesuai kebutuhan instansi.
Bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, sistem kerja fleksibel bukan hal baru. Sejak Februari 2025, Pemkot lebih dulu menerapkan kebijakan WFA melalui Surat Edaran Sekretaris Daerah Kota Surabaya Nomor 000.8.3/3415/436.3.2/2025 tentang Implementasi Efisiensi Anggaran dalam Pelaksanaan Fleksibilitas Kerja.
Dalam surat edaran itu, ASN di lingkungan Pemkot Surabaya diperbolehkan bekerja dari luar kantor selama memenuhi durasi minimal 7,5 jam per hari atau 37,5 jam per minggu. Meski fleksibel, ASN tetap diwajibkan menjaga komunikasi intensif dengan atasan dan tim kerja, serta merespons pesan maupun panggilan.
Setiap pekerjaan juga harus dilaporkan secara berkala, dan kehadiran dicatat lewat aplikasi “Kantorku” setiap kali memulai maupun mengakhiri aktivitas kerja.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan bahwa sistem kerja fleksibel tak akan menurunkan kinerja ASN selama semua tugas bisa diselesaikan tepat waktu.
“Karena saya inginnya ada sesuatu yang terukur di dalam pekerjaan. Artinya, yang terpenting adalah bagaimana pekerjaan itu selesai,” ujar Eri Cahyadi pekan lalu, dikutip Selasa (24/6/2025).
Eri menyebut prinsip kerja fleksibel sebenarnya sudah lama dijalankan Pemkot Surabaya. Sejak awal kepemimpinannya, dia mendorong camat dan lurah berkantor di Balai RW agar pelayanan publik lebih dekat dengan masyarakat.
“Kenapa saya dahulu minta di Balai RW? Kesatu, agar orang pemerintah kota terbiasa turun ke bawah. Yang kedua, agar mengajarkan kepada masyarakat Surabaya bahwa pelayanan bisa (dilakukan) di Balai RW,” jelasnya.
Selain meningkatkan layanan, Eri juga menilai bahwa bekerja dari luar kantor mampu menekan beban anggaran, mulai dari biaya listrik, ATK, hingga penggunaan komputer. Karena itu, ia mendorong pemanfaatan perangkat pribadi seperti smartphone dan tablet untuk mendukung kinerja ASN.
“Kalau di zaman saya, (pekerjaan) bisa dikerjakan lewat handphone. Misal, kepala dinas pakai tablet karena mungkin pekerjaannya lebih banyak, camat juga. Kalau sudah punya tablet, diisi aplikasi pekerjaan,” ungkap Eri.
Dia juga berharap penggunaan aplikasi kerja digital bisa menjadi budaya baru di kalangan ASN. Lewat aplikasi tersebut, target kinerja harian bisa dipantau secara real time oleh pimpinan.
“Saya berharap dengan diterapkannya ini (WFA), ada penghematan listrik hingga ATK,” pungkasnya. (nia/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS