Kamis
13 November 2025 | 6 : 07

Tonil-tonil Perlawanan Bung Karno

Screenshot_20240603_054428_Gallery_copy_885x601_copy_544x355
Sukarno dan keluarga di rumah pengasingan, Ende, Flores. (kemdikbud)

DOKTER Marzuki memiliki kemampuan menghidupkan orang yang telah mati dengan cara memindahkan jantung orang yang masih hidup.

Kemampuan sang dokter mendapat protes dari ayahnya. Sang ayah berpendapat, menghidupkan orang yang telah mati sama halnya melawan takdir Tuhan. Bahkan menyekutukan sang Pencipta.

“Ayah! Hak Allah adalah hak Allah. Saya sama sekali tidak merampasnya. Tetapi sebagai seorang dokter, Aku hanya ingin memperluas ilmuku seluas luasnya,” kata dokter Marzuki berkeras dengan kemampuannya itu.

Dialog dokter Marzuki dan ayahnya tersebut salah satu adegan dalam tonil (drama) berjudul Dr. Sjaitan (Dokter Setan) yang ditulis dan disutradari oleh Bung Karno saat menjalani pengasingan di Ende, Flores pada 1934 sampai 1938.

Naskah sandiwara semacam ludruk tersebut ditulis Bung Karno terinspirasi dari kisah Dr Frankeinstein atau Dokter Stein dalam novel Mary Shelley, yang diperankan oleh Boris Karloff.

Tonil Dr Setan menyiratkan pesan, cita-cita kemerdekaan Indonesia masih bisa dibangkitkan. Hal ini seperti pengakuan Sukarno seperti ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

“Bahwa tubuh Indonesia yang sudah tidak bernyawa dapat bangkit dan hidup kembali,” kata Sukarno.

Taoen 1945, Tonil yang Jadi Kenyataan

Taoen 1945, judul naskah tonil lainnya yang ditulis Sukarno. Meski di sejumlah literatur sejarah, ada pula yang menyebut judul tersebut adalah Indonesia 1945.

Terlepas perbedaan penyebutan judul, naskah bergenre fiksi ilmiah dibuat era 1930-an oleh Bung Karno itu betul-betul menjadi kenyataan beberapa tahun kemudian. Dimana Indonesia merdeka pada tahun 1945. Dan, proklamasi kemerdekaan juga dibacakan oleh Sukarno.

Drama Taoen (tahun) 1945 atau Indonesia 1945, menceritakan tentang kebangkitan bangsa-bangsa Asia dan pemberontakan terhadap kolonial.  Naskah tersebut, konon, pesanan dari Tuan Nathan, orang
Filipina yang memimpin
sandiwara keliling.

Naskah lainnya lagi, berjudul Rahasia Kelimutu. Naskah ini menggambarkan sifat nasionalisme sang proklamator. Dalam naskah tersebut ada sebuah teks yang hingga saat ini masih digunakan, yang berbunyi “Dimana tanah dipijak, disitulah langit dijunjung”.

Teks tersebut merupakan sebuah pesan seorang ayah kepada anaknya yang bernama Sjarifuddin. Pesan ini memiliki makna dimana seseorang berada, diwajibkan untuk menjunjung tinggi tradisi yang berlangsung di daerah tersebut.

Hasil penelitian Banda (2023) dalam Jurnal Diskursus Keindonesiaan dalam Tonil “Rahasia Kelimutu” Karya Bung Karno: Alih Wahana dari Mitos Danau Kelimutu, diketahui bahwa naskah itu memiliki tiga alur.

Terdiri dari exposittion (pembukaan), complication (Penanjakan) dan diakhiri conclusion. Alur Rahasia Kalimutu dibagi menjadi beberapa babak seperti; babak I dan II merupakan Exposittion; babak III, IV, dan V merupakan complication; dan di akhir conclusion pada babak VI dan VII.

Belasan Karya Bung Karno
Empat tahun menjalani pengasingan di Ende, Flores, Bung Karno terbilang produktif menghasilkan naskah bahkan mementaskan drama tonil.

Cindy Adams menuliskan, ada 12 naskah sandiwara dihasilkan Sukarno selama di Ende.

Yakni Dr. Setan, Tahun 1945, Rahasia Kelimutu, Siang Hari Rumba, Negara Ende, dan Pengaruh Tanah Air. Berikutnya, Anak Haram Jadah, Julagubi, Aero Dinamit,  Maha Iblis, Khutkubi, dan Rendi Rate Rua.

Adapun 12 naskah dipentaskan oleh toneel club Kelimutu. Kelompok tonil terdiri dari empat puluhan orang. Sukarno sebagai pendiri, sutradara sekaligus penulis naskah.

Tonil menjadi salah satu cara Sukarno untuk membangkitkan semangat kemerdekaan. Ia dibuang pemerintah kolonial Hindia – Belanda gegara tulisan berjudul Mencapai Indonesia Merdeka yang ia buat di Bandung pada tahun 1933.

Tulisan tersebut dicetak dalam ribuan brosur dan disebarluaskan di berbagai kota di Jawa. Pemerintah kolonial melakukan penangkapan dan operasi besar-besaran untuk memberangus brosur-brosur itu. (LLA/hs)

Artikel ditulis oleh Laras Lathi Ariasta dalam program magang kesastraan di Unit Media DPD PDI Perjuangan Jawa Timur.

Tag

Baca Juga

Artikel Terkini

KRONIK

Banyuwangi Hadirkan Layanan Spesialis di Tiap Puskesmas, Perkuat Akses Kesehatan

BANYUWANGI – Peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2025 menjadi momentum Pemkab Banyuwangi memperkuat layanan ...
SEMENTARA ITU...

Dorong Ekosistem Informasi Sehat, Bupati Rijanto: Pemerintah dan Media Harus Seirama Bangun Blitar

BLITAR – Bupati Blitar, Rijanto menegaskan bahwa kemajuan daerah tidak hanya ditentukan oleh pembangunan fisik, ...
LEGISLATIF

Optimalkan Perbaikan Jalan, Komisi III DPRD Trenggalek Dukung Pembentukan Empat UPTD PUPR

TRENGGALEK – Komisi III DPRD Kabupaten Trenggalek mendukung rencana Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) ...
LEGISLATIF

Tasyakuran HKN ke-61, Sugeng Suroso Apresiasi Soliditas Lintas Lembaga di Kabupaten Blitar

BLITAR – Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar menghadiri kegiatan tasyakuran Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-61 yang ...
KRONIK

Buka Pelatihan Deep Learning, Bupati Bangkalan Tekankan Inovasi yang Menggembirakan

BANGKALAN – Bupati Bangkalan, Lukman Hakim, secara resmi membuka kegiatan Talkshow dan Showcase Pelatihan ...
KRONIK

Wacana Redenominasi Rupiah, Ketua Banggar DPR Said Abdullah Ingatkan Risiko Inflasi

JAKARTA – Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Said Abdullah mengingatkan pemerintah ...