LAMONGAN – Anggota Komisi B DPRD Lamongan dari Fraksi PDI Perjuangan, Hj Ning Darwati mengikuti hearing dengan Dinas Ketahanan Panggan dan Pertanian (Dinas KPP) dan Dinas Perikanan Lamongan, Selasa (7/6/2022) di Ruang Banggar DPRD Lamongan.
Salah satu Banteng Lamongan ini menyampaikan, tujuan dilaksanakannya hearing atau rapat dengar pendapat tidak lain untuk membahas ketercukupan pupuk bagi semua petani dan petambak di musim tanam.
“Memang pupuk bersubsidi ini ada kuota tertentu, pengurangan dan ada aturannya. Tapi seyogyanya dinas terkait itu ada sosialisasi sampai ke kelompok tani (poktan) di masing-masing desa se-Kabupaten Lamongan,” kata Ning Darwati.
Mengapa harus dilaksanakan seperti itu, jelas Ning Darwati, supaya petani dan petambak itu tahu persis, kalau sampai dengan 2 hektar lahan tambak atau sawah itu yang diperbolehkan mendapatkan pupuk bersubsidi.
“Sehingga tidak lagi terjadi ketimpangan. Karena di atas 2 hektar itu wajib hukumnya menggunakan pupuk non subsidi,” ucapnya.
Meski demikian, ungkap Ning Darwati, yang lahannya di bawah 2 hektar sebagian ada siap membeli pupuk non subsidi asalkan ada barangnya.
“Tapi ya gitu, yang subsidi ini harus terealisasi dan terserap tepat sasaran jangan sampai ada perselingkuhan pupuk,” ujarnya.
Artinya, terang Ning Darwati, distributor sampai ke kios pupuk hingga poktan harus ada transparansi.
“Jadi kalau memang petani membutuhkan saat musim tanam, ya harus dipenuhi. Jangan sampai pembeliannya harus sistem paket atau apalah itu harus jelas,” tegasnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian mengubah aturan menghapus jatah pupuk bersubsidi untuk petani tambak.
“Pemkab Lamongan harus bisa menyikapi dengan cara apapun. Entah nanti harus konsolidasi dan koordinasi dengan dirjen, yang penting masyarakat tidak sampai kekurangan pupuk yang siginifikan jumlahnya,” katanya.
Kelangkaan pupuk itu seharusnya tidak terjadi karena setiap bulan Oktober atau November di tahun berjalan, setiap poktan wajib menyetorkan e-RDKK sesuai kondisi luas lahan petani maupun petambak.
Karena, menurutnya, e-RDKK menjadi acuan untuk pembelian pupuk dan penyerapan sampai ke petani dan petambak.
“Dari penuturan distributor, bahwa setiap bulan itu baik musim tanam maupun tidak, poktan wajib menyerap pupuk sesuai dengan pengajuan e-RDKK. Namun petani biasanya kalau tidak musim tanam itu tidak beli,” katanya.
Dikatakan Ning Darwati, seandainya dari masing-masing poktan kondisi modalnya tercukupi maka pembelian pupuk bersubsidi tidak akan terjadi kekurangan.
“Seperti halnya di Desa Sekarbagus Kecamatan Sugio, sampai dengan saat ini belum pernah mengalami kekurangan pupuk bersubsidi. Kan, modalnya selalu ready. Kalaupun pupuk belum digunakan petani maka akan disimpan di lumbung desa. Saya rasa ini bisa jadi percontohan,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas KPP Kabupaten Lamongan Sukriyah menegaskan, selama ini bukan kelangkaan pupuk yang terjadi tapi serapannya yang kurang.
“Jadi jangan paksakan distributor atau kios itu menampung pupuk. Semisal dari e-RDKK itu 100 kemudian mendapatkan alokasi hanya 80, maka jangan dianggap kurang,” ucap Sukriyah.
Lebih lanjut, kata Sukriyah, karena kemampuan negara memberikan alokasi pupuk itu semisal hanya 80, maka selebihnya petani harus bisa membeli sendiri dengan non subsidi.
Sukriyah berharap, petani tidak beranggapan kalau pupuk itu langka. “Padahal pupuk non subsidi kan masih ada. Ya karena mereka mintanya kan pupuk subsidi. Tergantung mereka mau beli atau tidak,” katanya.
Ketidakmampuan poktan yang tidak bisa menebus pupuk juga menjadi perhatian Dinas KPP. Menurutnya, itu bukan karena poktan atau kiosnya tidak memiliki modal tapi petaninya yang tidak mampu mengembalikan pinjaman pupuk.
“Yang sering terjadi di lapangan itu petani belum punya uang jadi belum bisa beli. Atau sudah pinjam di kios, mau pinjam lagi nggak bisa karena yang sebelumnya belum dibayar. Otomatis kios nggak bisa ngutangi pupuk lagi,” pungkas Sukriyah. (mnh/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS