SURABAYA – Wali Kota Eri Cahyadi kembali angkat bicara terkait rencana pembangunan Surabaya Waterfront Land (SWL), proyek reklamasi di pesisir timur Kota Pahlawan.
Menurutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya pada 2024 lalu telah mengirim surat kepada pemerintah pusat yang berisikan dampak dari proyek strategis nasional (PSN) tersebut.
Terutama, potensi bersinggungan langsung dengan masyarakat pesisir dan dampak ekologis terhadap lingkungan mangrove.
“Sebelum warga menolak, kami juga bersurat ke presiden (Presiden Joko Widodo) berisikan apa saja dampaknya,” kata Eri Cahyadi, Selasa (7/1/2025).
Baca juga: Komisi C DPRD Surabaya Sepakat ‘Menolak’ SWL
“Kami sampaikan sejumlah dampak yang nantinya ditimbulkan dalam proyek tersebut. Warga juga menyampaikan kepada kami yang kemudian aspirasi tersebut kami lampirkan dalam surat Pemkot untuk selanjutnya kami sampaikan kepada pemerintah pusat,” tambahnya.
Sebelumnya, pada Senin (6/1/2025) lalu, Komisi C DPRD Surabaya bersepakat menolak pembangunan Surabaya Waterfront Land.
Terkait itu, Komisi C DPRD Surabaya akan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang untuk membatalkan proyek pembangunan pulau buatan di tengah laut timur Surabaya tersebut.
Kesepakatan penolakan itu diambil setelah Komisi C menggelar rapat dengan perwakilan dari Forum Masyarakat Madani Maritim yang terdiri atas 44 elemen masyarakat.
Eri Cahyadi menegaskan, bahwa harus ada perhitungan kembali terkait dampak dan potensi masalah yang timbul dari proyek SWL.
Menurut mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu, bahwa sebagai bagian dari PSN, maka keputusan keberlanjutan proyek SWL menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Oleh karena itu, dia telah mengajak DPRD Kota Surabaya untuk turut bersurat ke pemerintah pusat.
“Kalau sekarang DPRD memiliki pandangan terbaik dan disepakati maka bisa disampaikan ke Kementerian. Ini seperti halnya surat dari kami kepada pemerintah pusat,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.
Harapannya dengan dukungan DPRD, pemerintah pusat dapat mempertimbangkan kembali kelanjutan proyek SWL.
Eri tidak menampik bahwa proyek SWL memiliki dampak positif maupun negatif. Namun dia menegaskan bahwa apabila pemerintah pusat tetap ingin menjalankan proyek SWL maka harus mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, salah satunya adalah terkait potensi banjir rob.
”Ketika yang namanya mangrove dihilangkan, mangrove kan mencegah rob. Ketika itu dikurangi, robnya akan lebih dahsyat. Siapa yang akan menahan air kalau tidak mangrove?” ujarnya.
Melalui surat sebelumnya, dia menyampaikan sejumlah dampak besar dari proyek reklamasi tersebut. Di antaranya, potensi upaya kesejahteraan nelayan yang terganggu hingga kerusakan hutan mangrove sebagai ekosistem alami pesisir.
“Ketika akan dilakukan, maka dampak ini seperti apa mengantisipasinya. Surat yang kami sampaikan ini persis seperti apa yang disampaikan nelayan,” sebutnya.
Hingga kini pemerintah pusat pun belum mengeluarkan perizinan terkait proyek SWL sebagai bentuk jawaban sementara dari surat yang dikirimkan Pemkot Surabaya.
“Sampai hari ini, masih terus rapat. Dengan surat itu, perizinan juga belum ada yang keluar. Kami pun tidak bisa mengatakan apapun (mengeluarkan perizinan). Sebab, (radius) nol sampai beberapa kilometer dari bibir pantai menjadi kewenangan pemerintah provinsi,” katanya. (gio/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS