LAMONGAN – Di tangan Eko Zuliansyah, Ketua Pengurus Ranting PDI Perjuangan Desa dan Kecamatan Pucuk, Lamongan, limbah pohon siwalan diolah jadi serat bermutu tinggi hingga mampu menjejak pasar luar negeri. Meski begitu, peran pemerintah diharapkan untuk mengatasi berbagai kedala dalam proses produksinya.
Pohon siwalan atau dikenal juga dengan sebutan pohon lontar memiliki ragam manfaat. Buahnya misalnya, fermentasi dari air nira buah siwalan biasa digunakan untuk minuman hingga cuka tradisional. Kemudian daunnya untuk bahan kerajinan maupun atap. Sedangkan batang pohon untuk material bangunan.
Nah, pada bagian gagang pelepah yang di daerah ini disebut dengan blongkang, kerap menjadi limbah. Dan oleh Eko Zuliansyah, “disulap” menjadi serat bermutu tinggi (palmyra fiber).
Prosesnya, kata Eko menjelaskan, blongkang direndam selama beberapa hari agar lebih lunak. “Kemudian di-press dan disortir seratnya dengan panjang sesuai permintaan pemesan. Yang terakhir adalah tahap pembersihan dan pengeringan,” katanya.
Sementara untuk peluang pasar, Eko menyebut masih sangat terbuka. “Untuk peminat terbesarnya sampai saat in negara Jepang. Palmyra fiber kita jual dengan harga 4,8 sampai 5,2 US dollar per kilogram,” jelas Eko, Selasa (30/11/2021).
Serat siwalan ini, lanjut dia, selain untuk sapu palmyra atau ijuk myra, juga di-manufakturing ulang beberapa negara untuk di ekspor ke negara-negara lain di Eropa sebagai campuran beton.
Sukses menembus pangsa pasar mancanegara bukan berarti tanpa kendala. Diakui Eko, saat ini saja ia masih mengalami kendala dalam tahap proses pengepresan. Sebab biaya untuk sewa genset per hari mencapai Rp 250 ribu plus solar Rp 100 ribu.
“Kendala ini, kita sudah konsultasi dengan pihak PLN Babat. Karena usaha kita dianggap bukan musiman maka tidak boleh menggunakan token, harus pasca bayar,” katanya.
Bukan hanya itu, dirinya juga menerangkan beberapa mesin yang masih dibutuhkannya. Seperti mesin pengering dan mesin pres yang hingga kini belum dimilikinya.
Ke depan, Eko berharap, pelaku industri Indonesia mau bergerak di komoditi ekspor ini. Karena, kata Eko, khususnya Lamongan kaya akan sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk bahan baku industri di negara lain.
“Limbah blongkang pohon siwalan banyak di jumpai di Lamongan ini harus dimanfaatkan. Palmyra fiber ini kan, satu-satunya di Indonesia. Saya ingin hal ini bisa di HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)-kan,” tutur Eko.
Sementara itu, Koordinator Pengabdian Masyarakat Litbangpenmas Unisla Abid Muhtarom mengatakan, perkembangan ekonomi sektor UMKM semakin menggeliat. Namun, menurutnya, hanya sebagian kecil yang layak ekspor.
“Beruntung salah satu UMKM Lamongan khususnya dari teman-teman PDI Perjuangan dapat tumbuh di bidang ekspor. Bukan menjadi kebanggaan saja, namun juga masalah karena kebanyakan produk yang dijual produk olahan sederhana dimana nilai ekonominya yang masih kecil,” kata Abid.
Abid mengharapkan, inovasi produk seperti yang dikerjakan Eko Zuliansyah dapat menjadi komoditi ekspor dengan harga lebih tinggi, tapi harus meningkatkan produk olahannya. Pendampingan dari pemerintah diharapkan ada untuk usaha-usaha kerakyatan seperti ini.
“Sehingga ke depan akan bisa menyerap tenaga kerja bisa lebih besar lagi. Keinginan Eko Zuliansyah atas produk olahan berupa palmyra fiber di HAKI-kan, kami siap membantu,” pungkas Abid. (ak/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS