SURABAYA – Tim Kampanye Pasangan Tri Rismaharini–Whisnu Sakti Buana menggunakan model kampanye yang konsepnya “crowd funding” dan “crowd sourcing” dalam penggalangan dukungan masyarakat.
Juru bicara Tim Pemenangan Risma–Whisnu, Didik Prasetiyono, Sabtu (14/11/2015) menerangkan, crowd sourcing yakni melibatkan khalayak atau masyarakat dalam segala sesuatu yang berhubungan dengan kampanye. Dia mencontohkan implementasi crowd sourcing, di antaranya dalam pengawasan dan pemantauan, model kampanye, serta desain alat peraga kampanye.
Tim kampanye Risma – Whisnu menggunakan jargon- jargon yang sederhana, namun maknanya secara utuh bisa dipahami oleh khalayak, seperti: Iki Suroboyo atau Saya Surabaya.
“Kita menggunakan jargon yang sederhana, tapi kreatif. Bukan gaya kampanye cobloslah, pilihlah,” terangnya
Didik menambahkan, model kampanye kreatif tersebut diaktualisasikan, karena masyarakat menurutnya mempunyai kecenderungan agak bosan dengan kampanye tradisional. Namun demikian, pihaknya tetap tidak meninggalkan model kampanye tradisional dengan memperbanyak silaturahmi dengan masyarakat.
“Model kampanye kreatif ini menambah gaya kampanye tradisional,” tandas alumnus Universitas Airlangga itu.
Pria yang akrab disapa Didong ini mengungkapkan, selain menonjolkan kreativitas, di era teknologi informasi ini, PDI Perjuangan juga memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk mensosialisasikan pasangan Risma-Whisnu di Pilkada Surabaya.
“PDIP sadar kampanye harus masuk dunia baru, karena generasi sekarang memanfaatkan teknologi informasi begitu luar biasa,” tuturnya.
Melalui konsep crowd sourcing, Tim Pemenangan Risma–Whisnu juga terbantu dengan banyaknya khalayak yang ikut mensosialisasikan pasangan petahana ini melalui media sosial (medsos). Padahal tim kampanye tidak mengeluarkan honor bagi mereka.
“Misal di debat pasangan calon, ada yang livetweet dengan menyampaikan apa yang disampaikan Risma–Whisnu di twitter. Ini mirip yang dilakukan relawan Jokowi saat Pilpres lalu,” ujar Didik.
Ia mengaku, penyebaran informasi seputar pasangan calon walikota dan wakil walikota yang diusung PDIP ini luar biasa. Padahal, pihaknya tak mengetahui mereka yang membantu sosialisasi berasal dari kalangan mana.
“Jadi banyak yang bantu sosialisasi di sosial media, dan mereka bukan dari kalangan relawan kita,” ungkapnya.
Sementara mengenai “crowd funding”, mantan komisioner KPU Jatim ini menjelaskan, hal itu berkaitan dengan pendanaan yang melibatkan partisipasi masyarakat. Didik mengungkapkan, untuk menggali dana kampanye, tim Risma–Whisnu di antaranya menjual beragam merchandise, seperti kaos.
“Misalkan kaos Bu Risma, kita jual dengan harga tertentu. Kita terbuka kepada masyarakat, bahwa selisih penjualannya untuk dana kampanye,” tandasnya.
Ia mengaku, hingga saat ini sudah terjual ribuan atribut kampanye berupa kaos. Bahkan, Bu Risma pada pertemuan alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya beberapa hari lalu di Jakarta, berhasil menjual kaos kampanye, yang salah satunya seharga Rp. 1 juta.
“Bu Risma berhasil menjual kaos dengan harga sampai Rp. 1 juta. Tapi kita kasih added value tanda tangan Bu Risma,” jelasnya.
Didik Prasetiyono mengatakan, kaos yang dibubuhi tanda tangan Bu Risma harganya berkisar Rp 250 ribuan-an. Meski relatif mahal, namun ternyata banyak masyarakat yang tertarik membeli.
“Kita sampaikan ke pembeli, bahwa ini untuk dana kampanye. Mereka mau menyumbang dan mendapatkan kaos itu,” katanya.
Didik mengungkapkan, selain menjual kaos, pihaknya juga menjual stiker pasangan calon. Penjualan atribut kampanye tersebut dilakukan oleh para relawan pasangan Risma-Whisnu.
Didik mengatakan, konsep crowd sourcing dan crowd funding menjadi bagian materi pada Training Strategi Komunikasi dan Media, yang diselenggarakan PDI Perjuangan bekerja sama dengan FNS (Friedrich Naumann Stiftung), lembaga dari Jerman yang fokus dalam meningkatkan kualitas demokrasi. Training digelar di Ibis Styles Hotel, Jalan Jemursari, Sabtu (14/11/2015).
Pelatihan strategi komunikasi dan media tersebut diikuti 19 wakil dari kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada serentak 2015 dan 6 wakil daerah yang memiliki kepala daerah dari PDI Perjuangan. Menurut Didik melalui pelatihan tersebut diharapkan akan membantu tim kampanye di berbagai wilayah, salah satunya di Surabaya, untuk melatih keahlian penyusunan strategi dan penanganan media guna pemenangan pilkada serentak.
“Pelatihan ini sungguh bermanfaat, apalagi dengan berbagai simulasi dan praktik penyusunan strategi komunikasi dan media. ini membuat PDIP menjadi partai wong cilik yang modern dan melek teknologi informasi masa kini,” pungkasnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS