SURABAYA – Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah, mengatakan, perayaan Natal jadi momentum menumbuhkan kepedulian sosial dan sikap saling menyayangi antarumat beragama dengan menjadikan kisah perjuangan Isa atau Yesus sebagai teladan.
Kelahiran Yesus yang dalam ajaran Islam dikenal sebagai Nabi Isa, beber Said, tidak disertai kemewahan maupun keistimewaan sosial. Isa dilahirkan oleh Siti Maryam pada 25 Desember, empat tahun sebelum Masehi, di sebuah kandang domba di Kota Bethlehem.
Sejak awal kehidupannya, papar Said, Isa telah dihadapkan pada kondisi yang serba sederhana, serta stigma dan tuduhan negatif dari lingkungan sekitarnya.
“Isa tidak dilahirkan dari seorang bangsawan yang bertahta di istana. Namun Allah SWT memilih Siti Maryam, seorang perawan suci yang sederhana, sebagai ibu kandungnya,” kata Said Abdullah, Kamis (25/12/2025).
Menurutnya, perjalanan hidup Isa dipenuhi penolakan dan penderitaan, termasuk tentangan dari kaumnya sendiri, Bani Israil. Meski demikian, seluruh ujian tersebut justru dijawab Isa dengan kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama.
Dia mencontohkan, berbagai mukjizat yang diterima Isa sebagaimana dikisahkan dalam ajaran agama, mulai dari kemampuan berbicara sejak bayi, menyembuhkan orang sakit, memulihkan penglihatan, hingga menghidupkan orang meninggal dunia atas izin Tuhan.
Seluruh mukjizat itu merupakan simbol keberpihakan Isa kepada mereka yang menderita dan tersisih. “Mukjizat yang diberikan Allah SWT dan yang dimohonkan oleh Nabi Isa memiliki makna filosofis transendensi sekaligus antroposentris,” tegas Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu.
Dia menekankan, makna transendensi menunjukkan kebesaran Allah SWT yang hadir secara nyata melalui mukjizat tersebut. Sementara itu, pemanfaatan mukjizat untuk menolong sesama manusia mencerminkan pandangan antroposentris yang menempatkan nilai kemanusiaan sebagai pusat perhatian.
Politisi asal Sumenep Madura ini menyebut, nilai-nilai kemanusiaan yang diteladankan Isa sangat relevan dengan kondisi dunia saat ini yang masih dihadapkan pada konflik, bencana ekologis, serta berbagai krisis kemanusiaan. Oleh karena itu, dia mengajak seluruh umat beragama untuk terus memperkuat sikap peduli, welas asih, dan saling menyayangi.
Dia menegaskan, dunia akan lebih damai bila semua antarumat beragama saling menyayangi. Para pemimpin negara bisa bekerja sama dan mengendurkan persaingan kuasa.
“Perbedaan keyakinan tidak menjadi dinding pemisah, melainkan dimaknai sebagai keragaman keyakinan dan kebudayaan agar kita bisa saling mengambil hikmah,” tutur Said Abdullah.
Di tengah persaingan persenjataan, perdagangan, dan blok-blok militer yang kian mengancam eksistensi umat manusia, Said menegaskan pentingnya kerja sama global dengan mengedepankan teladan kasih dan kepedulian sosial sebagaimana dicontohkan Isa.
Dia juga menegaskan, antarumat beragama harus semakin kosmopolit, berpikir luas, serta tidak menjadikan keyakinan personal sebagai penghalang dalam membangun hubungan sosial.
“Saya pribadi yang Muslim mengajak menumbuhkan Islam kosmopolitan, sebagaimana diteladankan almarhum Gus Dur. Beliau mampu bergaul dan bekerja sama secara akrab, tidak hanya dengan sesama Muslim, tetapi juga melintasi dinding rumah ibadah,” tutup Said Abdullah. (red)