JAKARTA – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Pramono Anung mengatakan, Presiden Joko Widodo telah memperlihatkan sebagai seorang pemimpin sejati. Sebab, Jokowi berani mengambil kebijakan krusial namun tidak populer, yakni menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di awal-awal masa jabatannya.
“Pak Jokowi memutuskan di awal dan berani menanggung risiko, berani mengumumkan sendiri. Inilah pemimpin,” kata Pramono Anung kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini menuturkan, subsidi BBM sudah sangat membebani keuangan negara. Jika dibiarkan terus menerus, jelasnya, maka pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dipastikan kekurangan dana untuk merealisasikan program-programnya.
Respon negatif masyarakat atas naiknya harga BBM bersubsidi, Pramono menganggapnya sebagai risiko wajar. Namun dia yakin pada akhirnya masyarakat lah yang akan merasakan manfaatnya.
Sementara, Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menyatakan, langkah Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi tak diambil secara tiba-tiba. Harga BBM bersubsidi, ungkap Hendrawan, seharusnya sudah dinaikkan sejak sebelum Pemilu 2014.
“Seharusnya BBM satu kali dinaikkan sebelum pemilu, lalu September dinaikkan lagi. Tapi mana mau orang ikut pemilu menaikkan BBM? Itu bunuh diri,” kata Hendrawan.
PDI Perjuangan, sebut Hendrawan, tak khawatir kebijakan tak populer tersebut mengakibatkan citra Jokowi menurun.
Saat disinggung mengapa PDI Perjuangan mendukung naiknya harga BBM bersubsidi, padahal saat era pemerintahan sebelumnya menolak, menurut Hendrawan, PDI Perjuangan tidak pernah apriori menolak atau mendukung. Artinya, jelas dia, kalau mendukung argumentatif, menolak juga argumentasinya jelas.
Sikap PDI Perjuangan, terang dia, didasarkan pada data dan fakta yang terjadi. Jika saat ini mendukung kebijakan Jokowi, menurut Hendrawan, PDI Perjuangan punya 3 pra kondisi.
Pertama, pemerintah secara serius meningkatkan efisiensi produksi dan produksi BBM. PDI Perjuangan telah melihat pemerintah serius memberantas mafia migas yang membuat impor BBM mahal. Dibuktikan dengan membentuk tim reformasi tata kelola migas yang diketuai Faisal Basri.
Pra kondisi kedua, pemerintah serius dalam diversifikasi dan konversi sumber energi. Jadi ada biodiesel, PLTA dan lainnya. PDI Perjuangan melihat ini memang belum dilakukan serius, tapi dibutuhkan waktu.
“Ketiga pra kondisinya program perlindungan sosial dan daya beli disiapkan dengan baik, karena kenaikan komoditas BBM akan memukul rakyat miskin dan rentan miskin yang diperkirakan 15,5 juta KK. Menurut data lain 81,5 juta,” urai pakar ekonomi tersebut.
“Atas dasar itu prakondisinya, pemerintah keluarkan KIS, KIP, KKS yang cakupan peserta dan manfaatnya lebih dari program sebelumnya,” imbuhnya. (pri/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS