SURABAYA – DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya menggelar diskusi virtual dalam memperingati Hari Santri Nasional (HSN) yang jatuh pada 22 Oktober besok. Diskusi pada Rabu (20/10/2021) malam, membedah peran santri terutama dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi rakyat.
Hadir secara virtual, Wali Kota Eri Cahyadi, Ketua PC NU Kota Surabaya Muhibbin Zuhri, akademisi Unair Listyono Santoso, serta puluhan kader dan ratusan peserta. Sementara sejumlah pengurus hadir secara fisik di kantor DPC, Jl Setail, Surabaya.
Acara dimulai dengan lantunan selawat. Dilanjutkan dengan Mars Syubbanul Wathan yang dimainkan kelompok hadrah, yang bergema di kantor DPC.
Diskusi dipandu Abdul Ghoni Mukhlas Niam, alumni Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) dan PMII. Abdul Ghoni tercatat sebagai Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya dan anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan.
Ketua DPC Adi Sutarwijono, dalam sambutannya mengawali dengan menyampaikan selamat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal 1443 Hijriah.
Adi yang juga Ketua DPRD Kota Surabaya menyampaikan rasa syukur karena peringatan Hari Santri tahun ini jatuh ketika situasi pandemi Covid-19 sudah semakin membaik.
“Pemerintah pusat sudah memutuskan bahwa Surabaya sudah masuk PPKM level 1. Sehingga program pemulihan ekonomi bisa dijalankan dengan baik oleh Wali kota Eri Cahyadi dan Wakil Wali kota Armuji,” ujarnya.
Adi mendorong sinergitas antara PDI Perjuangan dengan santri. Sebab, kader banteng dan santri memiliki ideologi sama. Santri mewarisi karakter pejuang. “Dan, PDI Perjuangan merupakan wadah perjuangan rakyat,” tuturnya.
Menurut Adi, banyak anggota dan kader PDIP Surabaya yang juga santri. Bahkan menjadi anggota DPRD Kota Surabaya dari Fraksi PDI Perjuangan. “Mari berjuang bersama-sama untuk kebaikan Kota Surabaya dan Indonesia,” kata Adi.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam kesempatan itu menyampaikan, perjuangan santri tidak bisa dilupakan dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. 76 Tahun lalu, tentara Belanda membonceng sekutu datang ke tanah air untuk merampas kemerdekaan Indonesia, yang diproklamasikan Soekarno-Hatta 17 Agustus 1945.
“Kemudian para ulama mencetuskan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang menggerakkan perjuangan kaum santri dalam membela kemerdekaan Indonesia,” terangnya.
Para ulama bersama barisan santri se-Jawa dan Madura berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
“Ini sama persis, seiring sejalan, dengan ideologi PDI Perjuangan. Selaras dengan kaum nasionalis yang berjuang mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia,” paparnya.
Eri Cahyadi kemudian mengenang persahabatan Presiden Soekarno dengan para ulama, terutama KH Hasyim Asyari.
“Bahkan dalam menentukan tanggal proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus 1945, terlebih dulu Bung Karno meminta pertimbangan Kiai Hasyim Asyari,” kata Eri.
Kata Eri, santri selalu hadir ketika masa krisis. Ketika perjuangan kemerdekaan, santri berada di garda paling depan. Sekarang, ketika negara mengalami krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19, santri hadir membantu masyarakat.
“Dengan semangat kebersamaan dan gotong royong, mari berjuang bersama-sama. PDI Perjuangan harus bersinergi dengan kaum santri. Berjuang bersama agar Surabaya bisa menjadi baldatun toyyibatun wa robbun ghofur,” terangnya.
Ketua PCNU Kota Surabaya, Muhibbin Zuhri, menjelaskan para ulama dan santri tak henti-henti bergerak untuk menangani pandemi Covid-19. Juga membantu warga yang terdampak, menyelamatkan umat, dan mendorong pemulihan ekonomi dari bawah.
“Pemerintah Kota Surabaya juga melakukan intervensi kebijakan secara massif. Di bawah kepemimpinan Wali Kota Pak Eri Cahyadi, Surabaya bisa mencapai level satu,” katanya.
Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel itu menjelaskan, definisi santri tidak terbatas pada orang yang belajar di pesantren. Santri merupakan warga yang taat menjalankan agama. Juga memiliki komitmen kebangsaan, yang kuat.
“Karena itu santri bisa siapa saja. Yang jelas, santri harus memiliki wawasan kebangsaan yang kuat untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara. Komitmen kebangsaan kaum santri, tidak diragukan lagi,” kata Muhibbin.
Akademisi Unair, Listiyono Santoso, menceritakan panjang lebar perjuangan santri dalam berbagai babakan sejarah Indonesia. Di masa Presiden Jokowi, katanya, santri mendapat penghargaan luar biasa. “Ditetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, yang merupakan apresiasi luar biasa,” ujar Listiyono.
Tanggal itu merujuk pada Resolusi Jihad dari para ulama, yang lahir 22 Oktober 1945. Resolusi ini yang menggerakkan jihad para santri dalam pertempuran dahsyat di Surabaya, yang berpuncak pada peristiwa 10 Nopember 1945.
“Berbagai apresiasi negara merupakan pengakuan, bahwa negara tidak bisa berdiri tanpa peran santri,” kata Listiyono, mantan aktivis PMII. (hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS