![](https://pdiperjuangan-jatim.com/wp-content/uploads/2016/05/pdip-jatim-pramono-seminar-korupsi.jpg)
JAKARTA – Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, peraturan atau instrumen untuk penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat baik. Yang belum muncul, adalah bagaimana tindakan korupsi itu menjadi persoalan yang ditabukan masyarakat secara kultur, budaya, adat, dan agama.
Penangkapan pejabat publik yang di negara lain tidak tersentuh, seperti Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan Menteri Agama, sebut Pramono, hal itu menunjukkan bahwa sebenarnya instrumen yang ada sudah sangat kuat sekali. Kinerja pemberantasan korupsi juga sudah cukup baik.
Namun, dalam hal pembudayaan di masyarakat, dia menilai sama sekali belum optimal. Seperti saat Pemilu 2014, ada anggota DPR terpilih yang sebelumnya tersangkut perkara korupsi.
“Ini kan tandanya masyarakat acuh saja dengan mereka yang pernah tersangkut korupsi. Dan itu terjadi karena si calon punya uang,” kata Pramono Anung, saat menjadi pembicara seminar dan lokakarya yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW), di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, kemarin.
Mantan Sekjen PDI Perjuangan ini juga menyoroti perilaku beberapa pelaku korupsi saat ditangkap KPK atau Kejaksaan Agung. Pada hari pertama ditangkap, wajah pelaku sedih dan sendu.
“Lalu kita lihat lagi 2-3 hari berikutnya, wajahnya sudah tenang, sudah bisa tersenyum dan melambaikan tangan ke kamera. Ini kan tandanya dia tidak merasa malu,” sebut Pramono.
Untuk itu, dia menilai perlu pendidikan politik, bahwa korupsi inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia tidak bisa menjadi bangsa yang besar.
Dia mengibaratkan korupsi itu seperti narkoba. Kalau ketahuan itu sadar, malu, depresi tetapi begitu terjangkit kembali dia akan mengulangi.
“Ini adalah kenyataan, fenomena yang kita alami bersama dan bagian dari auto kritik bagi diri kita semua. Dan seperti, yang saya katakan tadi ini seperti narkoba,” ungkap Pramono.
Pelaku Korupsi Tak Hanya Kalangan Elit
Korupsi sebagai tindak kejahatan luar biasa, tambahnya, tidak hanya terjadi di kalangan elite pemerintahan dan partai politik. Namun, korupsi juga terjadi di masyarakat umum.
Dia mengungkapkan, saat ini pemerintah tengah gencar menyuarakan kenyamanan usaha untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional. “Nah, berbicara usaha, biasanya praktik korupsi sering terjadi saat proses pembuatan izin,” ujarnya.
Sistem perizinan usaha saat ini, lanjut Pramono, didesain sedemikian rupa untuk meminimalkan pertemuan antara pihak pemungut dan penyetor biaya.
“Dari situ biasanya muncul bibit korupsi. Si pejabat minta bagian atau si pelaku usaha menawarkan gratifikasi kepada pejabat,” jelasnya.
Karena itu, saat ini, pemerintah berupaya menggunakan sistem dalam jaringan (daring) atau online untuk perizinan usaha. Tak hanya di pusat, upaya ini pun berlaku hingga ke seluruh daerah.
“Dengan adanya sistem daring ini, baik pejabat maupun pelaku usaha sama sekali tak bisa melakukan upaya lobi-lobi,” tutur Pramono.
“Kan si pelaku usaha tinggal isi form daring saja, tidak perlu ketemu pejabat di kantor. Kalaupun ketemu, paling hanya sebentar untuk verifikasi dan penyerahan,” tambah dia.
Pramono menambahkan, sistem daring juga perlu ditunjang dengan sistem satu pintu yang terpadu. Terutama dalam pelayanan pembuatan SIM, STNK, KTP, dan dokumen warga lainnya.
“Kalau bisa, satu pintu itu benar-benar satu pintu. Jangan seperti samsat yang sudah satu pintu, tetapi kok loketnya ada tiga. Loket pemerintah kota/kabupaten, Jasa Raharja, dan samsat sendiri. Harusnya, jadi satu biar efisien dan akuntabel semuanya,” kata Pramono. (goek)
![](https://pdiperjuangan-jatim.com/wp-content/uploads/2024/05/channels4_banner.jpg)