KOTA MALANG – Yustiaji Eka Nugraha, pelaku usaha kuliner Pecel Rawon Tumapel di Jl. Tumapel No. 5, Kelurahan Kauman, Kota Malang, harus mempertahankan usahanya di tengah terjangan Covid-19. Aji -panggilan akrabnya- menekuni usaha kuliner setelah lulus kuliah.
“Motif awalnya mendirikan usaha pecel rawon ini cita-cita dari kecil, ingin punya warung makan di depan area pertokoan. Karena aku berasal dari Surabaya dan di sana banyak hal-hal semacam itu,” ungkap Aji, Selasa (18/5/2021).
Mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) itu menceritakan pengamatannya, bahwa selama masih aktif dalam perkuliahan, jarang menemui tempat-tempat makan yang buka di malam hari. Hal itu menjadi peluang bagi Aji untuk membuka usaha kuliner ini dengan jam operasional di malam hari.
“Aku mengambil segmen pasar anak-anak muda. Karena sebelumnya aktif di dunia coffee shop, aku juga mengambil segmen pasar pekerja coffee shop. Aku juga punya keresahan di saat nongkrong malam susah cari tempat makan. Sebenarnya banyak tapi jumlah dari total orang yang nongkrong sama jumlah penjual makanan di malam hari itu tidak sebanding,” jelas Aji.
Sebagai pendatang baru di dunia kuliner, Aji melihat adanya tren di kalangan generasi milenial yang sedang gemar melakukan penggabungan atau fusion dari berbagai jenis makanan. Aji mencotohkan tren ayam geprek yang sedari dua tahun yang lalu menjadi menu makanan yang digandrungi generasi muda saat ini, yang merupakan gabungan dari ayam crispy yang bernuansa Barat dan sambal bawang yang khas dari Indonesia.
“Nah, kalau produk pecel rawon ini perpaduan produk yang sama-sama makanan asli Indonesia. Aku di sini lihat konsep anak muda saat ini sedang memproduksi ulang hal-hal yang sifatnya tradisional, misal kopian balik lagi ke konsep-konsep tradisional,” terang Aji.
Aji juga menjelaskan, dalam melakukan usaha kulinernya tidak lepas dari inovasi-inovasi baru yang sebelumnya masih asing di telinga masyarakat. Seperti aktif melakukan promosi dan branding di media sosial, juga melakukan collaboration pop-up dengan berbagai coffee shop di Kota Malang.
Dari segi pendapatan, Aji mengaku memperoleh keuntungan yang meningkat setelah melakukan kolaborasi dengan beberapa coffee shop dan dari berbagai promosi yang dilakukan di media sosial.
“Secara pendapatan naik karena perluasan segmen pasar. Kedua di Malang hari ini terjadi budaya pola kolaborasi pop-up. Jadi, aku sendiri kolaborasi dengan beberapa coffee shop dan kolaborasi ini akan dilanjutkan ke depan. Alhamdulillahnya sebelum lebaran sampai saat lebaran ini sudah ditawarkan kolaborasi lagi,” beber Aji.
Menu yang dijajakan memiliki keunggulan pada bahan-bahan yang diproduksi sendiri, seperti bawang goreng, bumbu pecel, hingga peyek yang memiliki cita rasa berbeda dengan pelaku usaha lainnya.
“Dari pecelnya, aku pede di bumbu seperti pecel Madiun yang rasa kencurnya kuat. Juga dari peyeknya, karena selama aku menjadi pendatang di Malang belum menemukan peyek yang menurutku gurih dan renyah. Nah, dari resep sendiri aku ambil resep peyek dari ibuku sendiri,” papar Aji.
Para pelanggaran pecel-rawon AJi ternyata lebih banyak tertarik pada peyek dari resep ibunya. Menurutnya, para pelanggannya banyak nambah peyek.
“Ternyata itu menjadi hal yang menarik minat customer. Hari ini pun banyak customer yang minta nambah peyek. Jadi di warung sendiri banyak yang diproduksi sendiri seperti bawang goreng, bumbu bumbu pecel, dan peyek,” tambah Aji.
Sampai dengan hari ini, Aji mendapatkan omzet antara 300 ribu hingga 500 ribu perhari dengan mempekerjakan 4 orang. “Karena baru berjalan dua bulan masih belum terlalu banyak penghasilan yang didapatkan, paling rendah 200 ribu sampai 700 ribu. Tapi kalau rata-rata 300 sampai 500 ribu perhari dengan jam operasional selama 6 jam,” pungkas Aji. (ace/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS