
JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa sistem parlementer yang diterapkan di Indonesia tidak mengenal konsep power sharing atau pembagian kekuasaan pasca Pilpres 2019.
“Kita kan tidak mengenal power sharing sebagaimana sistem parlementer,” ujar Hasto saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2019).
Hal itu diungkap Hasto menanggapi usul Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais soal pembagian kursi sebesar 55:45.
Menurut Hasto, partai politik yang terbentuk dalam koalisi, baik koalisi pendukung Jokowi maupun Prabowo, merupakan basis legitimasi dari dukungan rakyat.
Setelah pilpres usai, kedua kelompok pendukung tersebut memiliki tanggung jawab untuk mendukung pemerintah yang terpilih demi kemajuan bangsa. Dukungan dari masyarakat, kata Hasto, tidak selalu dilakukan melalui pembagian kekuasaan.
“Tidak ada power sharing atau persentase sebagaimana disampaikan Pak Amien Rais tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Sekjen PDI Perjuangan Eriko Sotarduga menilai ada tanda lain yang ditunjukkan dari pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais soal porsi 55-45 sebagai syarat rekonsiliasi Jokowi-Prabowo.
PDIP menilai syarat tersebut berisi pesan agar PAN tidak bergabung dalam koalisi pemerintah.
“Kalau saya di sini boleh secara terbuka menyatakan ini sebenarnya ini ada tanda yang lain. Mungkin beliau memang tidak ingin untuk bergabung dengan pemerintahan. Kan boleh saja beliau di… katakanlah oposisi ya, walaupun di sistem kita tidak ada oposisi,” kata Waki Sekjen jEriko Sotarduga di gedung DPR, Senayan, Jakarta.
“Mungkin ini pesan juga pada internalnya beliau, artinya PAN sendiri supaya tidak usah bergabung bersama-sama di dalam pemerintahan,” imbuhnya.
Eriko melihat porsi 55-45 sebagai syarat koalisi sangat tidak wajar dan kecil kemungkinan terjadi. Menurutnya, komposisi ’55-45′ hampir sama saja untuk kubu pendukung atau yang berseberangan dengan pemerintahan.
“Karena kalau dari sudut ini kita berandai-andai, dari sudut kewajaran kan sementara yang berjuang untuk menang, katakan dapat 55, sementara yang menjadi lawan dapet 45. Kalau dari sisi kewajaran kan boleh dikatakan, saya tidak mau mendahului ya apa yang nanti diputuskan oleh Bapak Presiden Joko Widodo maupun oleh koalisi-koalisi kami. Tapi kemungkinan-kemungkinan seperti itu kan boleh dikatakan, walaupun bukan tidak mungkin tapi sangat kecil kemungkinan seperti itu,” jelasnya.
Soal usulan Amien, Eriko mengatakan semua partai tak harus bergabung koalisi untuk mendukung pemerintah. Menurutnya, mendukung pemerintah bisa juga dilakukan di luar pemerintahan.
“Mendukung itu kan tidak harus ada di dalam pemerintahan. Di luar pemerintahan kan juga boleh, menjadi katakan apa sebutnya, oposisi yang dinamis, yang konstruktif,” ungkapnya.
“Meminjam yang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo, menjadi oposisi atau di luar pemerintahan, ataupun menjadi bagian pemerintahan, sama mulianya,” imbuh Eriko. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS