PDIP Gelar Mimbar Pancasila Bung Karno

Loading

Daniel Dhakidae, pembicara “Mimbar Pancasila Bung Karno: Pancasila Jiwa Kemajuan Indonesia Raya” di kantor DPP PDI Perjuangan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019)

JAKARTA – Menjelang peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni mendatang, DPP PDI Perjuangan menggelar Mimbar Pancasila bertema “Mimbar Pancasila Bung Karno: Pancasila Jiwa Kemajuan Indonesia Raya” di kantor DPP PDI Perjuangan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019).

Dalam Mimbar Pancasila ini, PDIP sangat menyayangkan banyaknya provokator yang ingin memecah belah masyarakat sejalan dengan tergerusnya nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat, khususnya pada pemilu tahun ini.

Doktor lulusan ilmu politik dan pemerintahan Cornell University Amerika Serikat Daniel Dhakidae sebagai pembicara mimbar kebangsaan ini mengatakan, saat ini banyak sekali tafsiran ideologi Pancasila yang sudah berbeda jauh dengan pidato Bung Karno 1 Juni 1945.

“Pancasila seharusnya tidak boleh ditafsir sendiri-sendiri. Boleh ditafsirkan secara fair bila mengikuti basis utamanya yaitu pidato Bung Karno 1 Juni 1945,” kata Daniel.

“Pancasila sebagai ideologi negara menjadikan kebangsaan atau nasionalisme sebagai core concept di mana hal ini bukan hanya mengenai ketuhanan karena dalam berbagai tafsir ketuhanan tidak menyatukan Indonesia, bukan kemanusiaaan atau kerakyatan, bukan keadilan sosial karena keadilan adalah cita-cita sehingga satu-satunya yang mempersatukan Indonesia adalah kebangsaan dan rasa nasionalisme itu sendiri,” tambahnya.

Senada dengan Daniel Dhakidae, Wakil Sekjen PDIP yang juga Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengungkapkan berubahnya tujuh kata yang mengacu pada syariat Islam di sila pertama Pancasila merupakan hasil ijtimak ulama dan tokoh Islam zaman dahulu.

Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga roh semangat dan sumpah pemuda sehingga Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa memuat sila pertama untuk semua golongan masyarakat, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Jadi bagi siapa pun yang mengatakan Pancasila adalah produk kafir atau toghut maka mereka sudah mencederai semangat persatuan tokoh-tokoh penggagas Pancasila yang berjuang mempersatukan kita Indonesia,” ungkapnya.

Hadir dalam Mimbar Pancasila tersebut para kader muda PDIP dari seluruh organisasi sayap PDIP, yakni Taruna Merah Putih (TMP), Relawan Perjuangan untuk Demokrasi (Repdem), Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia (Ganti), serta Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi).

Sejumlah badan partai PDIP juga hadir, antara lain Badan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan (BPEK), Badan Pemenangan Pemilu (BP-Pemilu), Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN), dan Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA).

Sekjen Taruna Merah Putih Restu Hapsari dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa maraknya politisasi agama pada pemilu kali ini menjadi tugas bagi seluruh warga Indonesia untuk kembali memaknai nilai-nilai Pancasila.

“Saat ini kita perlu kembali membumikan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, perubahan pada sila pertama yang menghapus 7 kata dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya menjadi contoh toleransi tokoh Islam dan alim ulama pada masa itu,” ungkapnya.

Lebih lanjut, aktivis perempuan yang juga Sekretaris Balitbang Pusat PDIP ini mengatakan saat ini PDIP dengan pengaderan dan kerja-kerja politiknya harus terus menjadi elemen penting dalam menjaga persatuan dan keberagaman di Indonesia.

“Pancasila bukanlah sesuatu yang ekslusif, karenanya Pancasila harus dimiliki semua agama, suku, dan termasuk semua partai yang ada di Indonesia,” tegas Restu.

Pengurus Bamusi Faozan Amar yang sempat membawakan doa dalam acara Mimbar Pancasila tersebut ketika dimintai tanggapan mengatakan bahwa nilai-nilai Pancasila perlu disemaikan oleh anak-anak muda Indonesia.

“Agenda besar pesemaian nilai-nilai Pancasila berada di pundak anak-anak muda. Dan kita dari sayap partai ini siap untuk ditugaskan,” ujar Faozan. (goek)