SURABAYA – Keputusan Pemerintah Kota Surabaya melakukan pemagaran di bibir pantai Suramadu karena dinilai bisa mematikan perekonomian masyarakat setempat khususnya para pedagang kaki lima (PKL), mendapat sorotan anggota dewan.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya Syaifuddin Zuhri mengatakan, pemagaran dilakukan karena di kawasan pantai Suramadu sering terjadi tindakan asusila.
Dia menilai, alasan yang disampaikan pihak pemkot, tidak tepat “Mau menghilangkan tikus, tapi yang dibakar lumbungnya. Ini tidak tepat,” kata Syaifuddin Zuhri, kemarin.
Politisi PDI Perjuangan ini menegaskan, akibat pemagaran itu, para PKL terancam kehilangan pemasukan.
Padahal, di kawasan itu menjadi destinasi wisata bagi warga Surabaya dan sekitarnya, untuk sekadar melihat keindahan Pantai Suramadu.
Syaifuddin berpendapat, menghilangkan transaksi maksiat di kawasan Pantai Suramadu tidak harus dengan pemagaran.
Potensi alamiah berupa pantai Suramadu, sebut Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya ini, juga tidak bisa dihilangkan, karena itu menjadi kekayaan pantai yang dimiliki Surabaya.
“Tugas pemerintah menggali potensi, yang ada didesain menjadi sesuau yang baik. Kalau memagari, ini bisa dikatakan semena-mena, karena disitu ada hajat hidup orang banyak,” ujarnya.
Sementara itu, Camat Kenjeran Heni Indriati mengaku sering melihat di kawasan pantai Suramadu terjadi transaksi seks. Celakanya, dari penelusuran yang dilakukan, dari sekian transaksi asusila pelakunya adalah warga Surabaya.
“Saya pikir di situ jangan sampai ada kejadian negatif, kalau sampai aparat menemukan (asusila) apalagi orang lain,” ujarnya.
Dia mengatakan tidak semua bibir pantai diberi pagar sebab pihaknya membuat pintu untuk keluar masuk para nelayan. Selain bertujuan untuk mengurangi maksiat, pemagaran juga untuk meningkatkan keamanan. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS