KOTA PROBOLINGGO -Pandemi Covid-19 rupanya tidak membuat sejumlah perempuan berhenti berinovasi. Hal itulah yang dilakukan para Srikandi Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan (BPEK) DPC PDI Perjuangan Kota Probolinggo melalui batik jumputan.
Srikandi Banteng Kota Probolinggo ini tampak asyik belajar membatik, Kamis (19/8/2021). Seni kreatifitas ini dipelopori oleh Erytrina Prabandari, Bendahara PAC PDI Perjuangan Kecamatan Kanigaran.
Berbekal ilmu dan pengalaman di BLK, perempuan yang tinggal di Jalan Citarum 9A , RT 3 RW 3 Kelurahan Curahgrinting, Kecamatan Kanigaran ini mengembangkan batik jenis jumputan.
Kata Jumputan sendiri diambil dari kata dasar jumput yang memiliki arti mengambil kain dengan cara dicomot sedikit demi sedikit dengan tangan untuk kemudian diikat agar bisa memberikan pola sata dicelupkan dalam pewarna. Teknik untuk membuat batik jumputan ini juga disebut dengan teknik jumputan.
Dibanding batik pada umumnya, motif jumputan lebih menekankan pada warna dasar kain merah, pink, atau hijau. Sementara motifnya juga terkesan santai dan sederhana, sehingga motif batik ini sering digunakan untuk berbagai kesempatan baik formal maupun non-formal. Bahkan, bisa dijadikan pakaian sehari-hari.
“Ide awalnya ketika ikut pelatihan kerja di BLK pada tahun 2012 lalu. Nah, mengingat potensinya besar sehingga terus saya kembangkan mulai tahun 2013 sampai saat ini,” ucap Rina, sapaan akrabnya.
Ada 2 jenis kain yang ia gunakan. Yakni, jenis kain katun dan shantung atau nama lainnya kain rayon. Kain katun terbuat dari bahan alami, yaitu terbuat dari kapas asli, sedangkan kain shantung terbuat dari kapas buatan.
Meskipun terbuat dari kapas buatan, kain rayon ini memiliki karakter yang sangat mirip dengan kain katun. Sejuk saat dipakai busana.
“Untuk pewarnaan, kami menggunakan pewarna alami dari rempah-rempah. Kayu secang, kayu tegeran, jolawe, daung lanang, indigovera, sehingga warnanya lebih natural,” tambahnya.
Untuk harganya, jika kain katun 2 Meter yaitu 250 ribu rupiah. Sedangkan harga untuk kain shantung ukuran 2 meteran yakni sekitar 200 ribu rupiah.
“Penjualan biasanya di luar kota, sampai Kalimantan, Jombang hingga Mojokerto. Namun, karena pandemi agak berkurang,”jelasnya.
Hasil batiknya, kini juga seringkali dipesan oleh Pemkot Probolinggo, baik secara lembaga, maupun oleh para pegawai negeri atau ASN.
Ia berharap, di tengah pandemi industri kain batik tetap berkembang. Sebab, saat ini dengan kondisi pandemi justru membuat mati suri.
“Harapannya banyak event-event lagi, sehingga pemasaran semakin meluas. Sehingga industri kain batik, khususnya pelaku UMKM tetap bisa bertahan,” pungkasnya.
Sementata itu, Ketua BPEK DPC PDI Perjuangan Kota Probolinggo, Dwiana Yulidiana, mengatakan, pihaknya mensupport penuh UMKM yang dikelola kader PDI Perjuangan, terutama yang dilakukan Rina, sehingga menjadi bentuk keseriusan dalam kemandirian.
“Harus terus disupport, kader lain perlu meniru semangatnya harus bisa berdikari. BPEK siap membantu hal-hal yang dibutuhkan,” jelasnya.
Bahkan atas kegigihannya, kain batik yang dilombakan oleh BPEK Kota Probolinggo ini, mendapat apresiasi dari DPD PDI Perjuangan Jatim dengan memperoleh juara harapan 2, yakni lomba video UMKM. (drw/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS