LAMONGAN – Berbagai upaya dilakukan kader-kader PDI Perjuangan di Lamongan untuk melestarikan situs cagar budaya Candi Pataan. Diantaranya merintis destinasi wisata alam (DWA) sebagai pendukung situs .
Wakil Ketua Bidang Keagaaman dan Kepercayaan DPC PDI Perjuangan Lamongan, Husen SAg MPd, mengatakan, pihaknya telah menggelar sosialisasi program DWA kepada sejumlah pihak beberapa waktu lalu. Husein yang juga tenaga ahli dapil anggota DPR RI, H Nasyirul Falah Amru mengupayakan bantuan dari pemerintah pusat untuk rencana tersebut.
“Alhamdulillah, aspirasi untuk pengembangan Destinasi Wisata Alam Candi Pataan Kecamatan Sambeng, kami sampaikan kepada pemerintah melalui Gus Falah (H Nasyirul Falah Amru). Direalisasikan dalam waktu bulan ini atau selambat-lambatnya Nopember 2021,” ujar Husein.
Lebih jauh Husein mengatakan, untuk pengembangan DWA, nantinya akan dibangun replika Candi Pataan Airlangga yang tak jauh dari lokasi situs. Untuk keperluan ini, Husein bersama panitia Kelompok sadar wisata (pokdarwis) setempat juga sudah mendapatkan duplikat Arca Garuda Wisnu Kencana (GWK) perwujudan dari Raja Airlangga.
“Kenapa harus ada arca GWK, karena dulu saat situs ini ditemukan masyarakat, ternyata ada salah satu temuan cagar budaya yakni arca GWK yang hari ini telah disimpan di Museum Trowulan Mojokerto,” terang Husein.
“Tujuan pembangunan DWA untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi warga setempat dengan targetnya mendatangkan wisatawan ke situs Candi Pataan,” imbuhnya.

DWA yang sedianya akan dibangun bersama pemerintah desa maupun pokdarwis, direncanakan diisi oleh beberapa macam satwa asli dari lingkungan hutan yang ada di Patakan. Seperti Merak maupun Kijang hutan yang masih banyak ditemui sampai sekarang.
Situs Cagar Budaya Candi Pataan era Raja Airlangga berlokasi di Desa Patakan Kecamatan Sambeng. DPP PDI Perjuangan beberapa waktu lalu menetapkan desa ini menjadi desa binaan.
Situs tersebut diyakini dibangun pada massa Raja Airlangga pada abad ke 11. Hal ini merujuk pada prasasti Pataan yang terbuat dari batu andesit dengan tinggi 104 cm, lebar atas 90 cm, lebar bawah 80 cm, dan tebal 24 cm.
Menurut Husein, prasasti tersebut menggunakan huruf Jawa Kuno dan mengisahkan tentang adanya bangunan suci di Desa Patakan. Sehingga daerah Patakan diresmikan menjadi sima, karena warganya berkewajiban memelihara bangunan suci bagi Sanghyang Patahunan.
“Saat ini Prasasti tersebut menjadi koleksi Museum Nasional dengan nonor inventaris D.22,” pungkas Husein. (ak/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS