YOGYAKARTA – Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar menyarankan resep khusus agar kinerja Kepolisian dan Kejaksaan tidak lagi lamban dalam menangani kasus korupsi. Menurut dia, salah satu kelemahan Kejaksaan dan Kepolisian ialah minimnya kemauan untuk serius menggarap tuntas banyak perkara rasuah. “Obatnya hanya satu, Presiden Joko Widodo harus tegas dan mau paksa dua lembaga ini,” kata Zainal kepada Tempo di sela Festival Anti Korupsi pada Kamis, 11 Desember 2014.
Zainal mengatakan susah mencari solusi perbaikan kinerja lembaga penindakan korupsi ketika akar masalahnya tidak adanya kemauan. Kebuntuan seperti itu, dia berpendapat, bisa dipecahkan dengan gaya kepemimpinan yang kuat. “Kalau presiden tegas, pasti ada perbaikan kinerja polisi dan jaksa dalam kasus korupsi,” kata Zainal.
Masalah lainnya, Zainal menambahkan, kapasitas aparat kepolisian dan kejaksaan dalam menangani kasus korupsi sampai sekarang masih belum menyamai kualitas penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi. Apalagi, aparat jaksa dan polisi yang bertugas di daerah. “Harus segera di-upgrade agar bisa sama dengan KPK,” ujar Zainal.
Khusus untuk kejaksaan, Zainal menyarankan pemerintah segera mengalokasikan anggaran yang setara dengan beban target penanganan kasus di lembaga penegakan hukum ini. Menurut dia ada banyak laporan yang menyebutkan aparat kejaksaan di daerah suka memeras tersangka di kasus-kasus besar. “Politik penganggaran untuk kejaksaan perlu diubah,” kata Zainal.
Dia menjelaskan ada dugaan salah satu tujuan banyak aparat kejaksaan di daerah melakukan pemerasan pada tersangka di sejumlah perkara untuk membiayai kebutuhan penanganan kasus lain. Hal ini disebabkan karena dana untuk menangani perkara tidak sebanding dengan target jumlah kasus yang harus diselesaikan dalam setahun. Akibatnya, aksi pemerasan kepada tersangka dilakukan dengan dalih subsidi silang.
Karena itu, menurut Zainal ukuran perbaikan kinerja kejaksaan dan kepolisian dalam penanganan kasus korupsi tidak semata-mata bisa diukur dari peningkatan jumlah kasus yang ditangani. Ukuran perbaikan kinerja kedua lembaga itu justru baru bisa terlihat apabila ada proses pembersihan di internalnya.
Akan tetapi, dia juga memiliki catatan khusus untuk Jaksa Agung Prasetyo mengingat dia mantan Politikus Partai Nasdem yang menjadi anggota Koalisi Pendukung Jokowi. Zainal berpendapat Prasetyo perlu membuktikan kepada publik mampu menuntaskan banyak kasus korupsi yang melibatkan politikus. “Tapi jangan hanya dari Koalisi Merah Putih, tapi juga sebrangnya (koalisi pendukung Jokowi) dan juga dari Partai Nasdem,” kata dia.
Adapun Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan Jokowi menghendaki figur pimpinan di Kepolisian, Kejaksaan dan Direktorat Jendral Pajak memiliki karakter sama dengan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Tjahjo, Jokowi menyatakan hal itu di rapat kabinet pada awal pekan ini. “Presiden bilang, pilih Kapolri yang tidak berperasaan, supaya sama kayak teman-teman KPK yang tak punya perasaan,” kata Tjahjo saat berbicara dalam Seminar Pencegahan Korupsi, di Festival Anti Korupsi pada Rabu, 10 Desember 2014.
Tjahjo menambahkan Jokowi juga menginginkan Jaksa Agung segera dibaiat agar berani dan tidak berperasaan. Harapannya, menurut Tjahjo, Kejaksaan Agung akan lebih giat menangkap banyak koruptor. “Soal itu mayoritas pimpinan partai politik, ya silahkan,” kata Tjahjo.
Direktur Dirjen Pajak yang tidak berperasaan juga dicari oleh Jokowi agar semua pengemplang pajak kakap bisa ditangkap sekalipun mereka merupakan ketua umum partai politik, pejabat dan pengusaha kaya. “Ada pengemplang pajak, cekal dulu, lalu tangkap,” kata Tjahjo. (Tempo)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS