“Sekali Maju Tetap Maju, Jangan Mundur”
Di Bukit Menumbing Kemerdekaan RI diuji. Rupa-rupa strategi dan taktik dijalankan tokoh-tokoh bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan.
BUKAN tanpa alasan jika pihak Belanda membuang Presiden dan Wakil Presiden Pertama RI, Bung Karno-Bung Hatta, dan tokoh-tokoh penting negeri ini di Bukit Menumbing. Tujuannya adalah untuk memutus akses dengan rakyat dan dunia luar. Dengan dikumpulkannya seluruh tahanan di satu tempat juga dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan.
Namun Bung Karno tak kehilangan akal. Berdalih tidak tahan dengan hawa dingin bukit Menumbing, ia meminta agar dipindahkan dari tempat tersebut. Alhasil, Belanda memindahkan Bung Karno, Agus Salim, dan Mohammad Roem ke Wisma Ranggam, Kota Muntok.
Kesempatan tersebut digunakan dengan baik. Di Kota Muntok Bung Karno mengorganisir kekuatan pemuda dengan mendirikan dua organisasi sekaligus. Yakni Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan Perkumpulan Olahraga Republik Indonesia (PORI). Dua organisasi ini memang tidak bergerak di ranah politik. Hal ini juga sengaja dilakukan untuk menghindari kecurigaan mata-mata Belanda.
(Baca: Jejak Perjuangan Bung Karno di Pengasingan Pulau Bangka-4)
Kegiatan API dan PORI pun terbilang sederhana. Salah satunya adalah menggelar jalan santai bersama Bung Karno di sepanjang Pantai antara Wisma Ranggam-Kampung Tanjung-Pelabuhan Tanjung Kelian. Di sela-sela acara yang biasa digelar sore hari itu, Bung Karno menyempatkan mampir di rumah-rumah penduduk.
Tempat mampir Bung Karno pun bukan sembarangan pula. Salah satu fakta menyebutkan, Bung Karno sempat mampir di rumah Hasan Ali di Kampung Tanjung. Siapa Hasan Ali? Adalah salah satu pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) di Pulau Bangka. Ia juga tercatat sebagai Ketua DPRD pertama kali di daerah ini.
Elly Sumarni, pejabat esselon II di Badan Arsip Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini menceritakan, semasa balita hingga massa remaja ia tinggal bersama neneknya, Halimah yang tak lain adalah isteri dari Hasan Ali di Kampung Tanjung, Muntok. Rumah yang ditinggalinya bersama sang nenek saat itu adalah rumah dimana Bung Karno sempat berfoto bersama sang kakek dan anak-anak kecil.
Kala itu, dari foto-foto yang dimiliki keluarga termasuk cerita sang nenek, Elly Sumarni mengenal sosok Bung Karno. “Dari cerita nenek juga, Bung Karno itu suka makan kue Rangai. Itu, kue gulung bahannya dari sagu, gula, dan kelapa,” katanya.
Selain tak henti menggalang kekuatan rakyat dan tokoh politik Pulau Bangka, Bung Karno, diam-diam juga kerap menjalin pertemuan dengan Bung Hatta dkk di Bukit Menumbing. Ihwal ini merujuk kesaksian salah seorang saksi yang yang sempat berinteraksi dengan Bung Karno di pengasingan Wisma Ranggam, RA Indrawati (83 tahun).
“Ada waktu-waktu tertentu Bung Karno naik ke (Bukit) Menumbing. Bapak (Bung Karno) meminta kami untuk merahasiakan ini,” kata RA Indrawati.
Kegigihan Bung Karno dan para tokoh bangsa mempertahankan kemerdekaan RI, kiranya tersirat dari pesan yang disampaikan Bung Karno kepada RA Indrawati. Untuk pesan secara pribadi kepada RA Indrawati, Bung Karno berpesan agar perempuan itu menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit.
Tak kalah penting dari pesan tersebut, RA Indrawati sebagai anak bangsa diharapkan Bung Karno untuk memiliki sikap dan mental baja. Pesan ini pula yang masih diingat betul oleh RA Indrawati sejak pesan tersebut ia terima langsung dari Bung Karno saat usianya masih 19 tahun. “Sekali maju, tetap maju. Jangan Mundur,” tegas RA Indrawati menirukan pesan Bung Karno kala itu. (hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS