Hamka Haq: Tidak Ada Penistaan Agama oleh Ahok

Loading

pdip-jatim-hamka-haq-bamusiJAKARTA — Anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hamka Haq, menilai, tidak ada tindak penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat menyinggung surat Al Maidah ayat 51.

Menurut Hamka, konteks saat Ahok menyebut surat Al Maidah ayat 51 dilakukan dalam rangka sosialisasi program budidaya perikanan di Kepulauan Seribu. Ahok, sebutnya, baru bisa dituduh menista agama jika kedatangannya bertujuan menyiarkan ajaran agama lain.

Hal tersebut dikatakan Hamka usai diminta keterangan penyelidik Bareskrim Polri sebagai ahli dari pihak terlapor di Bareskrim Mabes Polri, Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Selasa (8/11/2016).

“Saya melihat sejauh ini tidak ada penistaan agama, karena konteks ucapan itu adalah konteks kunjungan Ahok ke Kepulauan Seribu dalam rangka sosialisasi program budidaya perikanan,” kata Hamka.

Dia menuturkan, tuduhan menghina ulama yang dialamatkan ke Ahok juga sulit dibuktikan. Sebab, saat itu Ahok tidak menyebut pihak yang disebut melakukan pembohongan dengan menggunakan surat Al Maidah ayat 51.

“Dia katakan dibohongi. Jadi, tidak ada kata ulama di situ, tidak ada juga menyebut bahwa siapa yang memakai itu. Artinya, orang yang tidak jelas siapa subyek, siapa obyeknya,” terang anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

Pada kesempatan itu, Hamka juga mengatakan, hasil kajian MUI yang menyebut Ahok telah menghina Al Quran dan ulama bukan merupakan sebuah fatwa. Dia berpendapat, hasil kajian tersebut sifatnya baru sebatas pernyataan pendapat sehingga tidak bisa dijadikan rujukan atau dasar bagi kepolisian dalam proses hukum kasus Ahok.

“Tadi ditanya soal fatwa dan pernyataan pendapat. Ini yang lahir dari MUI sifatnya baru pernyataan pendapat, belum fatwa,” ujarnya.

Dia menuturkan, jika merujuk pada kelaziman internasional maupun di Indonesia, fatwa bersifat mengikat. Oleh sebab itu, fatwa harus dilaksanakan umat Islam dan pemerintah.

Pernyataan pendapat merupakan dasar untuk pertimbangan kajian lebih lanjut. “Ternyata yang keluar dari MUI itu baru pernyataan pendapat,” tambah dia.

Selain itu, Hamka menjelaskan, pernyataan pendapat oleh MUI itu dikeluarkan secara sepihak tanpa mengundang Ahok sebagai terlapor.

Seharusnya, imbuh Hamka, MUI memanggil pihak terlapor lebih dulu untuk memberikan kesempatan pihak terlapor melakukan konfirmasi.

“Seharusnya, pihak yang berselisih itu dipanggil dan dikonfirmasi karena Al Quran sendiri memerintahkan itu. Kalau kamu menerima berita dari orang yang diduga fasik, lakukan kroscek, penelitian, caranya panggil semua orang yang diduga terlibat dalam pernyataan itu,” tuturnya. (goek/*)