JAKARTA – Perkataan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri soal alasan pembentukan aturan baru Jaminan Hari Tua di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mendapat reaksi keras dari beberapa fraksi di Komisi IX DPR yang di antaranya mengurusi masalah tenaga kerja. Salah satu yang lantang bersuara adalah politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka.
Menurut Rieke dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional tidak dijelaskan mengenai pencairan JHT harus dilakukan setelah seseorang bekerja minimal 10 tahun. “Itu disebutnya ‘dapat’ bukan ‘wajib’. Berarti sebenarnya bisa di bawah 10 tahun,” kata Rieke di ruang Komisi IX DPR RI, Senin (6/7).
Selain itu, Rieke pun menyayangkan nominal persenan yang diambil dari gaji para pekerja untuk menjadi JHT. Nominal tiga persen yang ada di aturan tersebut dinilainya sangar tidak layak.
“Itu artinya setelah 15 tahun para pekerja hanya mendapat Rp 3 juta,” katanya.
Oleh sebab itu, Rieke dan PDI Perjuangan mendesak aturan-aturan tersebut direvisi. Menurutnya, aturan tersebut sangat tidak menolong para pekerja di Indonesia.
Regulasi baru pencairan dana Jaminan Hari Tua mengatur saldo baru bisa diambil setelah pekerja menjalani masa kerja sepuluh tahun. Padahal pada aturan sebelumnya syarat pengambilan dana hanya lima tahun masa kerja.
Ramainya penolakan membuat pemerintah berinisiatif merevisi Peraturan Pemerintah tentang JHT tersebut. Dalam revisi nantinya diatur bagi pekerja yang dipecat atau tidak lagi bekerja bisa mencairkan dana JHT sebulan setelah kehilangan pekerjaannya.
Sementara dalam tanggapannya atas petisi online ‘Membatalkan kebijakan baru pencairan dana JHT minimal 10 tahun’ di change.org, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyatakan PP JHT merupakan amanat Pasal 37 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dibuat oleh DPR periode lalu.
“Jika Peraturan Pemerintah sepenuhnya disusun oleh jajaran lintas kementerian, maka UU merupakan produk politik legislatif di masa itu,” kata Hanif.
Menurut menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa itu, program Jaminan Hari Tua memang bukan tabungan biasa, melainkan tabungan masa tua untuk perlindungan dan kesejahteraan di usia senja saat pekerja tak lagi produktif.
Meski demikian, ujar Hanif, pemerintah paham kondisi sebagian masyarakat yang membuat mereka masih lebih berpikir tentang hari ini dan besok ketimbang masa tua kelak. Inilah yang membuat aturan baru JHT butuh masa transisi. (obs)
Sumber: cnnindonesia
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS